Jepang Peringati 70 Tahun Berakhirnya Penjajahan
TOKYO, SATUHARAPAN.COM - Jepang menandai peringatan 70 tahun penyerahan diri mereka dalam Perang Dunia II pada Sabtu (15/8) di balai Nippon Budokan di Tokyo, Jepang.
Pada upacara kenegaraan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menyampaikan pidato, sehari setelah ia menegaskan permintaan maaf pemerintah Jepang sebelumnya atas penjajahan Jepang pada Perang Dunia II. Abe mengatakan dalam pernyataan bahwa kekuatan tidak boleh digunakan lagi untuk menyelesaikan sengketa internasional.
Pada upacara peringatan dua tahun sebelumnya, Abe tidak menyebutkan penyesalan atas penderitaan bagi negara-negara jajahan Jepang khususnya bagi mereka yang berasal dari negara-negara Asia. Tradisi ini sesuhgguhnya telah berlangsung di Jepang sejak 1994. Dan Jepang berjanji bahwa Jepang tidak akan berperang lagi.
Setelah pidato, Abe dan peserta mengheningkan cipta pada siang hari untuk 2,3 juta anggota veteran dan 800.000 warga sipil yang tewas dalam perang, termasuk mereka yang tewas oleh bom atom AS dan serangan udara di kota-kota Jepang.
Upacara dihadiri Kaisar Akihito Imperial, perdana menteri dan sekitar 5.000 keluarga veteran.
Menurut bbc.com, Pernyataan Abe mengundang kritik dari Korea Selatan dan Tiongkok mengingat dia tidak mengucapkan kata “maaf”. Abe mengatakan generasi masa depan Jepang semestinya tidak ditakdirkan untuk meminta maaf atas aksi pada Perang Dunia II.
Sikap Abe berbeda dengan Perdana Menteri Tomiichi Murayama di tahun 1995 yang menyatakan "permintaan maaf yang tulus" dan "penyesalan mendalam" untuk "pemerintahan kolonial dan agresi" Jepang selama Perang Dunia Kedua.
Presiden Korsel Park Geun-hye menyeru kepada Jepang untuk segera menyelesaikan perihal 'juugun ianfu'. Pernyataan Murayama ini diulangi lagi 10 tahun kemudian oleh PM Junichiro Koizumi. Presiden Korea Selatan Park Geun-hye yang menyebut perkataan Abe ‘meninggalkan banyak hal yang dinantikan’. Park juga menyeru kepada Jepang untuk menyelesaikan sesegera mungkin perihal "juugun ianfu" alias para perempuan dari berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, yang dijadikan budak seks untuk prajurit Jepang.
"Sejarah tidak bisa ditutupi. Sejarah akan hidup melalui kesaksian nyata para saksi-saksinya," kata Park. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan Jepang harus menyampaikan permintaan maaf secara tulus kepada para khalayak di negara-negara korban ketimbang menghindari isu besar ini.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...