Jepang Tidak Berpartisipasi Dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Sofyan Djalil, memastikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta Jepang tidak akan berpartisipasi, dalam megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Namun demikian, Pemerintah Jepang dan Pemerintah RI masih intensif menjajaki kerja sama pembangunan proyek infrastruktur lain.
“Swasta Jepang tidak dapat terlibat dalam skema kerja sama bisnis (business to business) proyek kereta cepat, karena tidak sesuai dengan model bisnis dan regulasi pemerintah Jepang,” kata Sofyan yang baru kembali ke Jakarta, Rabu (30/9), setelah ditugaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui pejabat pemerintah Jepang, untuk menyampaikan keputusan pemerintah terkait rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Sofyan menjelaskan, bisnis model dan undang-undang Jepang, tidak memungkinkan bantuan atau kredit konsensi itu diberikan ke perusahaan Jepang.
Rencana kerja sama Jepang, dalam proyek ini awalnya menggunakan skema bantuan antarpemerintah, dengan syarat adanya jaminan dari anggaran pemerintah Indonesia.
Setelah Jepang menuntaskan studi kelayakan tahap pertama proyek kereta cepat, Pemerintah Tiongkok juga menyampaikan minatnya mengerjakan proyek kereta api cepat itu.
Menurut hasil studi Jepang biaya pembangunan proyek kereta cepat sekitar 6,2 miliar dolar AS (Rp 91.2 triliun)sedangkan menurut Tiongkok 5,5 miliar dolar AS (Rp 80,9 triliun)
Pemerintah RI sendiri akhirnya, memutuskan menolak proposal kedua negara itu dengan alasan tiga hal prinsip, yaitu proyek tersebut akan lebih baik bersifat business to business (B to B), tidak membebani APBN, dan tidak ada jaminan pemerintah.
“Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan kereta cepat itu tidak gunakan APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis,” kata Presiden Jokowi saat mengunjungi warga di Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Kamis (3/9) lalu.
Sikap resmi Pemerintah RI itu telah disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas pada Pemerintah Jepang dalam pertemuannya dengan Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga di Tokyo, Senin (28/9) lalu.
Sulit Dijalankan
Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengakui, terdapat pandangan dari berbagai ahli dan juga lembaga keuangan, mega proyek berbiaya tinggi ini sulit dijalankan dengan skema “business to business“, melainkan perlu menggunakan jaminan pemerintah.
Namun, ia mengingatkan anggaran pemerintah Indonesia hanya akan digunakan untuk proyek-proyek infratsruktur strategis, dan sesuai dengan program dan proyek priroitas pembangunan. “Misalnya, anggaran dari APBN akan lebih akan dioptimalkan untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa, dan sejumlah kawasan terdepan,” katanya..
Sofyan menegaskan, dalam pertemuannya dengan Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga itu, pihaknya juga menyampaikan sikap Pemerinrah RI, yang tetap terbuka kerja sama dengan Jepang dalam proyek-proyek infrastruktur lain. Misalnya, pembangunan infrastruktur pengganti pelabuhan di Cilamaya, Jawa Barat. (Setkab.go.id)
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...