Jerman Perketat Perjalanan Terduga Militan
BERLIN, SATUHARAPAN.COM - Jerman akan memperketat aturan yang larangan bepergian ke luar negeri pada orang yang diketahui sebagai anggota kelompok Islamis untuk mencegah mereka menuju ke zona perang seperti Suriah. Demikian diputuskan kabinet hari Rabu (14/1).
Perubahan undang-undang menjadi awal sejumlah langkah-langkah keamanan yang direncanakan oleh pemerintah Kanselir Jerman, Angela Merkel, setelah serangan mematikan di Paris, Prancis sepekan sebelumnya. Perubahan peraturan ini akan dibahas di parlemen dalam beberapa pekan mendatang.
"Peristiwa mengerikan di Paris... menunjukkan sekali lagi bahwa kita harus dengan kuat mempertahankan tatanan konstitusional demokratis dengan cara hukum terhadap terorisme internasional, fanatisme dan radikalisasi," kata juru bicara Merkel, Steffen Seibert.
Pemerintah Jerman bisa menyita paspor orang yang diketahui sebagai militan, tetapi di bawah undang-undang baru aparat juga dapat mengambil kartu identitas nasional mereka. Kartu ini (ID) biasanya dapat digunakan untuk perjalanan menuju Turki, di negara-negara Uni Eropa dan wilayah Schengen tanpa visa.
Tersangka, akan mendapat kartu pengganti ID yang diserahkan untuk jangka waktu sampai tiga tahun, dan kartu itu dilengkapi dengan nasihat tidak melakukan perjalanan yang ditulis dalam beberapa bahasa.
Lebih dari 600 warga Jerman disebutkan ambil bagian dalam pertempuran di Suriah dan Irak, dan sekitar 60 orang meninggal di sana, kata surat kabar Rheinische Post melaporkan, mengutip sumber-sumber keamanan.
Sekitar 180 orang di antara mereka diyakini telah kembali ke Jerman. Setidaknya 20 militan Islamis menggunakan kartu identitas mereka untuk mencapai zona perang setelah paspor mereka disita, lapor harian Die Welt, hari Selasa.
Mereka melakukan perjalanan melalui darat atau udara, beberapa melalui Belgia atau Belanda untuk mengaburkan gerakan mereka, dan sebagian besar menuju Turki untuk menyeberangi perbatasan darat menyusup ke Suriah, menurut kementerian dalam negeri.
Undang-undang itu masih harus melewati pembahasan di parlemen, di mana pemerintah memiliki mayoritas yang kuat. Namun partai-partai oposisi telah menolak rencana itu yang mereka sebut sebagai "kartu identitas teroris".
Kelompok kiri jauh menyebut kebijakan itu "tidak proporsional" dan memberi stigma bagi tersangka. Sementara anggota parlemen dari Partai Hijau, Irene Mihalic, memperingatkan bahwa tersangka radikal yang diminta untuk menyerahkan kartu identitas mereka "mungkin segera pergi untuk mewujudkan rencana jahat mereka".
Jerman bulan ini jugamerencanakan untuk menuduhnya sebagai kejahatan perencanaan apapun yang terkait bergabung dalam pertempuran militan, memberi bantuan senjata dan pelatihan di luar negeri, dan menghukum pelaku yang kembali.
Hukum itu akan menargetkan, misalnya, tersangka yang berusaha meninggalkan Jerman dengan senjata, rompi anti peluru atau peralatan penglihatan malam hari.
"Akan ada undang-undang baru untuk membuat kejahatan bagi militan yang akan meninggalkan negara itu," kata Menteri Kehakiman, Heiko Maas Hal itu akan membawa Jerman memenuhi resolusi PBB untuk menghentikan apa yang disebut pejuang asing.
Maas juga ingin mendorong perubahan hukum itu untuk mengatasi pendanaan teroris, bahkan ketika jumlahnya masih sangat kecil. (AFP)
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...