Jokowi: APBN 2021 untuk Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan rancangan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19.
"Pertama, mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19. Kedua, mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi,” kata Presiden Jokowi dalam Pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021 Beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 14 Agustus 2020, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Provinsi DKI Jakarta.
Ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital; serta keempat, pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.
“Karena akan banyak ketidakpastian, RAPBN harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, serta perkembangan tatanan sosial ekonomi dan geopolitik, dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional, serta kondisi dan stabilitas sektor keuangan,” kata Presiden.
Presiden mengatakan pelaksanaan reformasi fundamental juga harus dilakukan: reformasi pendidikan, reformasi kesehatan, reformasi perlindungan sosial, dan reformasi sistem penganggaran dan perpajakan.
“Dengan berpijak pada strategi tersebut, Pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal tahun 2021, yaitu “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi”,” katanya.
Kepala Negara RI mengatakan pandemi COVID-19 telah menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini yang berimbas pada semua lini kehidupan manusia.
“Berawal dari masalah kesehatan, dampak pandemi COVID-19 telah meluas ke masalah sosial, masalah ekonomi, bahkan ke sektor keuangan,” katanya.
Menurut Presiden, penanganan yang luar biasa telah dilakukan oleh banyak negara, terutama melalui stimulus fiskal. Dia mencontohkan Jerman mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen dari PDB- nya, namun pertumbuhannya terkontraksi minus 11,7 persen di kuartal kedua 2020.
Amerika Serikat mengalokasikan 13,6 persen dari PDB, namun pertumbuhan ekonominya juga minus 9,5 persen. China mengalokasikan stimulus 6,2 persen dari PDB-nya, dan telah kembali tumbuh positif 3,2 persen di kuartal kedua, namun tumbuh minus 6,8 persen di kuartal sebelumnya.
“Kita pun melakukan langkah yang luar biasa. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 antara lain memberi relaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas 3 persen selama 3 tahun. Tahun 2020, APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen dari PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34 persen dari PDB,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Jokowi, pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan.
“Saat ini kita juga harus fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021. Ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi. Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang,” katanya.
Sementara itu kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal.
Joe Biden Angkat Isu Sandera AS di Gaza Selama Pertemuan Den...
WASHIGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengangkat isu sandera Amerika ya...