Jokowi di P4G 2030: Hindari Proteksionisme Berkedok Isu Lingkungan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Presiden Joko Widodo mengatakan, proteksionisme yang berkedok isu lingkungan harus dihindari. Parameter prolingkungan harus jelas, serta dijalankan secara jujur dan transparan.
Jokowi mengatakan itu pada berpidato secara virtual Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) P4G (Partnering for Green Growth and Global Goals) 2030 yang digelar di Korea Selatan, hari Minggu (30/5).
Dia menegaskan bahwa setiap negara perlu memperkuat kerja sama konkret yang bisa segera efektif dilaksanakan dan bisa berkelanjutan. Proteksionisme yang berkedok isu lingkungan harus dihindari. Parameter prolingkungan harus jelas, serta dijalankan secara jujur dan transparan.
Oleh karena itu, kerja sama antar negara tidak bisa dilakukan dengan cara-cara biasa, melainkan dengan cara yang luar biasa. Ancaman perubahan iklim dan pandemi COVID-19 mengingatkan seluruh negara untuk lebih serius dalam mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan. Dan inisiatif P4G 2030 harus dilakukan dengan cara yang luar biasa.
“Inisiatif P4G 2030 tidak bisa dilakukan dengan business as usual. Kita harus melakukan dengan cara-cara yang luar biasa. Kemitraan antar pemangku kepentingan adalah kunci untuk memastikan aktivitas perekonomian, produksi, dan konsumsi dilakukan secara berkelanjutan,” ujar Jokowi.
Jokowi memandang bahwa langkah-langkah fundamental untuk memastikan tercapainya pembangunan hijau di tataran global harus dilakukan. Dia menyebutkan perlunya mewujudkan enabling environment yang mendorong sinergi antara investasi dan penciptaan lapangan kerja dengan pembangunan hijau.
“Indonesia telah menerapkan perencanaan pembangunan rendah karbon yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka menengah nasional. Indonesia juga telah meluncurkan Undang-undang Cipta Kerja sebagai wujud komitmen Indonesia agar kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat tidak merugikan lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, mendorong inovasi dalam memobilisasi sumber daya pendukung bagi implementasi pertumbuhan hijau. Menurut Jokowi, ketersediaan dukungan pendanaan dan transfer teknologi merupakan kunci sukses bagi pembangunan hijau, bagi netralitas karbon. Oleh karena itu, Indonesia terbuka bagi investasi dan transfer teknologi.
“Indonesia tengah mengembangkan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Indonesia juga memiliki visi untuk membangun pasar karbon dan akan menjadi pemilik stok karbon terbesar di dunia,” katanya.
“Kerja sama dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah bersama menjadi syarat fundamental bagi kesuksesan ekonomi hijau, apalagi di saat dunia dalam masa pemulihan pandemi sekarang ini. Saya tegaskan bahwa Indonesia berkomitmen tinggi untuk bersama-sama dunia mewujudkan kehidupan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan,” katanya.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...