Jokowi Diminta Evalusi Kinerja Menko Kemaritiman
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam 100 hari pemerintahan Presiden Joko Widodo belum terlihat kejelasan program dan kebijakan Kemenko Kemaritiman untuk membawa Indonesia menjadi poros maritim dunia, sebagaimana yang dia janjikan dalam kampanye Pilpres.
Program Kemaritiman pemerintah dinilai masih tumpang tindih dengan kewenangan kementerian teknis yang diberikan oleh Undang-undang, seperti Kementerian ESDM dan kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN.
Hal ini ditegaskan oleh Pengamat Kemaritiman dan mantan KABAIS, Soleman B. Ponto, lewat sebuah paparannya yang diberi judul Landasan Hukum untuk Membangun Kembali Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta Evaluasi Hasil Pekerjaan Selama 100 Hari Kementerian Koordinator Kemaritiman, yang diterima oleh satuharapan.com, hari ini (30/1).
Soleman Ponto secara serius melakukan kajian terhadap hampir semua regulasi dan undang-undang yang terkait dengan kemaritiman. Purnawirawan Laksamana Muda TNI AL ini menyimpulkan ada 25 unsur yang membentuk kemaritiman, yang terbagi dalam empat bagian. `
Pertama adalah Angkutan Laut. Unsur-unsur yang tercakup pada bagian ini , adalah Kapal, Perlengkapan kapal, Muatan kapal, Galangan kapal, Pelabuhan laut, Nakhoda kapal (Ship’s Master), Awak kapal (Crew’s), Pengusaha kapal (Ship’s operator), Pemilik kapal (Ship’s owner), Perusahaan Pelayaran (Shipping company), Pemilik muatan (Cargo owner), Pengirim muatan (Cargo shipper) dan Penumpang kapal (Ship’s passangers).
Kedua, adalah Kepelabuhanan. Ke dalam kelompok ini adalah Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL), Ditjen Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan, Kesyahbandaran, Buruh Pelabuhan, Dermaga dan perlengkapan pelabuhan.
Ketiga, Keselamatan dan Keamanan Pelayaran. Unsur-unsurnya terdiri dari Biro Klasifikasi, Kenavigasian (suar dan rambu-rambu), KPLP dan IMO (ISPS CODE)
Keempat, Perlindungan Lingkungan Maritim. Unsur-unsurnya terdiri dari Tumpahan minyak dilaut dan Sampah dilaut.
Dalam hemat Soleman Ponto, untuk membangun Kemaritiman, mutlak diperlukan sinergi 25 unsur Kemaritiman tersebut. Sayangnya, kata dia, program Kemaritiman pemerintah yang dilakukan oleh Kemenko Kemaritiman sejauh ini lebih banyak diarahkan pada pembangunan kelautan, bukan pada pembangunan kemaritiman. Karena itu, ia khawatir cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak mungkin akan terwujud.
“Belum ada langkah yang jelas dari pemerintah untuk membangun kemaritiman,” tulis Ponto. Padahal, ia menambahkan, pembangunan kemaritiman juga adalah harapan dari masyarakat Kawasan Timur indonesia. “Sebab, gagalnya pembangunan kemaritiman akan menyebabkan harga semen di Papua tetap tinggi dan Kawasan Timur Indonesia akan semakin tertinggal dalam kemiskinan,” lanjut Ponto.
Hanya Punya Waktu 0,25 Persen untuk Kemaritiman
Soleman Ponto juga mengkhawatirkan perhatian Menko Kemaritiman tidak dapat fokus pada upaya membawa Indonesia menjadi poros maritim disebabkan luasnya rentang tugasnya. Secara matematis, Ponto memperkirakan waktu Menko Kemaritiman hanya 0,25 persen yang dapat dicurahkan mengurus kemaritiman, mengingat di bawah Kemenko Kemaritiman ada empat kementerian, yaitu Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Pariwisata.
“Oleh karena dibawa Koordinasi Kemenko Kemaritiman ada 4 Kementrian, maka kita asumsikan setiap kementerian mendapatkan alokasi waktu 1/4 jam kerja. Jadi, Kementerian Perhubungan mendapatkan alokasi waktu 1/4 jam kerja.”
“Kementerian Perhubungan memiliki 4 Dirjen, sehingga setiap Dirjen mendapatkan alokasi waktu 1/4 jam kerja Kementerian Perhubungan. Jadi, Dirjen Perhubungan Laut mendapatkan alokasi waktu 1/4 jam kerja Kementerian Perhubungan. Mengingat Kementrian Perhubungan mendapatkan alokasi waktu 1/4 jam kerja Kemko Kemaritiman, maka urusan Dirjen Perhubungan Laut yang merupakan salah satu dari 25 unsur Kemaritiman mendapatkan 1/4 X 1/4 = 1/16 jam kerja Kemenko Kemaritiman. Mengingat setiap unsur Kemaritiman harus mendapatkan perhatian yang sama, maka setiap unsur Kemaritiman mendapatkan alokasi waktu 1/16X1/25 = 1/400 = 0,0025 atau hanya 0,25 % waktu jam kerja Kemenko Kemaritiman,” tulis Ponto.
Mengingat kecilnya alokasi watu yang dapat disediakan oleh Menko Kemaritiman untuk mengerjakan unsur-unsur kemaritiman, kata Ponto, dapat dipastikan bahwa pembangunan kemaritiman pasti gagal, dan Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak akan terwujud.
Di lain pihak, bila fokus kepada kemaritiman tidak dilaksanakan, menurut Ponto, pemerintah telah mengabaikan kewajibannya seperti ketentuan pasal 276 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 yang sampai selama ini belum juga dilaksanakan.
“Sudah saatnya presiden mengevaluasi kemajuan pekerjaan Kemenko Kemaritiman dan bila perlu segera melakukan restrukturisasi agar janji-janji kampanye dan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia dapat terwujud,” kata dia.
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...