Jokowi Diminta Transparan Pilih Anggota Komisi Kejaksaan Agung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Pemantau Peradilan menilai seleksi pemilihan komisioner Komisi Kejaksaan Agung tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik. Di akhir kepengurusan periode kedua kinerja Komisi Kejaksaan Agung dianggap tidak membawa hasil yang maksimal, salah satunya mengenai penanganan laporan pengaduan tahun 2013 dan 2014 yang hingga kini belum dipublikasikan kepada masyarakat.
Penilaian tersebut disampaikan oleh Julius Ibrani dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Dio Ashar Wicaksana (Peneliti Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dalam keterangan persnya di kantor YLBHI Jalan Pangeran Dipoenogoro, Jakarta Pusat, Minggu (29/3).
Ketiadaan transparansi Komisi Kejaksaan Agung mengakibatkan publik tidak mendapatkan informasi yang faktual terhadap kinerja lembaga tersebut yang dinilai tidak memuaskan karena terdapat beberapa catatan negatif. Julius mengatakan beberapa catatan negatif diantaranya adanya pemberhentian salah satu komisioner karena telah melanggar kode etik, kemudian beberapa kali ditemukan seorang komisioner yang absen kehadiran dalam rapat rutin serta penanganan Jaksa Urip yang hingga kini tidak tahu bagaimana proses kelanjutannya.
Buruknya kinerja d iinternal Komisi Kejaksaan Agung menjadi pertimbangan terhadap calon komisioner yang baru. Koalisi Pemantau Peradilan mengkhawatirkan pemilihan komisioner Komisi Kejaksaan Agung yang dilakukan dari unsur Pemerintah merupakan “titipan“ dari partai politik. Melihat dari pengalaman seperti penunjukan Menteri Koordinator Hukum dan HAM, serta Jaksa Agung, Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) serta pelaksana tugas (Plt) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai merupakan pemilihan secara “titipan“.
Melihat kondisi itu Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari YLBHI, KontraS, ICEL, PSHK serta lembaga lainnya menyatakan sikap terkait dengan pemilihan komisioner Komisi Kejaksaan Agung dengan mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengutamakan pemilihan enam anggota harus berdasarkan kualitas peringkat atas sesuai hasil Pansel. Kemudian menolak calon komisioner yang memiliki afiliasi dengan partai politik (Parpol) dan terakhir mendesak Presiden untuk melakukan transparansi dan membuka aspirasi pubik pada proses pemilihan komisioner Komisi Kejaksaan Agung dari unsur Pemerintah.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...