Jokowi Ingatkan Cadangan Batubara RI Habis 83 Tahun Lagi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan sumber daya mineral dan batubara (minerba) merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui.
Menurut datanya, Indonesia masih menduduki peringkat ke-10 untuk cadangan batubara dunia. Dia pun mengingatkan bahwa cadangan batu bara ini akan habis juga.
"Saat ini, Indonesia masih menduduki peringkat ke-10 untuk cadangan batubara dunia. Tapi kita juga harus ingat, bahwa ini akan habis dan diprediksi 83 tahun mendatang sudah akan habis," kata Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas dengan topik "Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara" di kantor Presiden, Jakarta, hari Selasa (10/1).
Presiden menekankan bahwa pemanfaatan sumber daya alam baik mineral dan batubara harus betul-betul dihitung, dikalkulasi dengan cermat .
Kepala negara mengatakan, prinsip yang harus dipegang adalah bahwa sumber daya alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan pengelolaannya harus memperhatikan pemanfaatan keberlanjutan dan juga aspek lingkungan hidup.
"Yang lebih penting keperpijakan pada kepentingan nasional kita," kata suami Ibu Negara Iriana.
Revisi PP dan UU Minerba
Ratas siang ini menjadi perhatian awak media peliput di istana kepresidenan. Sejumlah isu terkait dengan minerba diperkirakan menjadi pembahasan dalam agenda ratas tersebut.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, memastikan perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tetap diwajibkan untuk membangun fasilitas pemurnian atau smelter.
"Mereka harus membuat komitmen bahwa smelter akan dibangun dalam lima tahun, setiap tahun harus ada progress yang harus dicapai," kata Darmin di Jakarta, hari Kamis (22/12) seperti dilansir dari Antara.
Darmin menjelaskan, dalam pasal revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Mineral dan Batubara tercantum bahwa perusahaan kontrak karya yang ingin melakukan ekspor mineral mentah, harus berubah status menjadi IUPK.
Namun, dalam lima tahun ke depan, perusahaan dengan IUPK itu tetap harus menyelesaikan smelter untuk pemurnian, yang dapat dilakukan secara bertahap sesuai yang tertulis dalam Peraturan Menteri ESDM.
"Ada komitmen tertulis bahwa dia akan mematuhi, berapa persen pertahunnya ada di Permen ESDM. Tapi setiap tahun sampai tahun kelima harus 100 persen. Kalau tidak (dilakukan), di tahun pertama pun ada sanksinya," kata Darmin.
Terkait dengan Pertambangan PT Freeport
Darmin memastikan, bila komitmen pembangunan fasilitas pemurnian dalam lima tahun tersebut telah dilakukan, maka perusahaan pertambangan itu bisa melakukan ekspor konsentrat, asalkan tidak melalaikan kewajiban smelter.
Terkait ekspor bahan mineral tersebut, Darmin juga memastikan adanya kenaikan tarif bea keluar yang besarannya masih dalam diskusi antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian ESDM.
Revisi PP No 77 Tahun 2014 tersebut dilakukan karena diduga terkait dengan kontrak karya pertambangan PT Freeport, yang belum sepenuhnya membangun smelter sebagai salah satu syarat untuk melakukan ekspor konsentrat dari Indonesia.
UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara mewajibkan perusahaan pertambangan untuk membangun industri pengolahan bahan mineral dan tidak boleh melakukan ekspor bahan mineral mentah.
Pada tahun 2016, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat merevisi beberapa klausul dari Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi pada tahun ini.
Hal itu dikatakan Plt. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Luhut Binsar Pandjaitan usai rapat dengan Komisi VII DPR RI hari Kamis (1/9/2016). Dia mengatakan untuk memastikan iklim usaha bagi investor, revisi kedua undang-undang tersebut akan diselesaikan bulan Desember 2016 secara bersamaan.
Editor : Eben E. Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...