Jokowi Perlu Konsep untuk Membangun Negeri
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ir. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi perlu konsep yang jelas ketika memaparkan gagasannya. Sesuatu yang konseptual ini sangat diperlukan untuk memahami pola pikir, strategi, dan langkah ke depan yang akan dilakukan oleh Jokowi. Namun sayangnya, hingga saat ini, Jokowi dinilai masih lemah dalam hal konsep sehingga masyarakat awam masih gamang untuk menilai visi-misi Jokowi ke depan sebagai satu-satunya capres yang diusung oleh partai warisan Bung Karno tersebut.
Wacana tentang kelemahan Jokowi dalam memaparkan sekaligus mendistribusikan konsep dari pemikirannya ke masyarakat umum ini menjadi topik hangat yang dibicarakan dalam diskusi publik bertema “Layakkah Mereka Memimpin Negeri ini?: Membaca Peta Pemikiran Para Calon Presiden”. Diskusi yang dihelat pada Selasa, (6/5) di Pendopo Wisma Kagama, UGM, Bulaksumur ini menampilkan empat pembicara, yaitu JJ Rizal (Sejarawan), Dra. I Gusti Agung Putri Astrid (PDI P), Dr. Hempri Suyatna (Anggota Majelis Pemberdayaan Masyarakat [MPM] PP Muhammadiyah sekaligus dosen Fisipol UGM), dan Haris Azhar (Ketua KontraS). Sedangkan moderator diskusi adalah Eko Praseto (Social Movement Institute SMI/MPM).
Menurut rencana, diskusi ini akan dilakukan sebanyak empat putaran dengan membahas figur-figur yang dianggap populer di masyarakat sebagai kandidat kuat presiden Indonesia di masa mendatang. Pada putaran pertama ini tokoh yang menjadi pokok pembahasan adalah Joko Widodo. Pada putaran kedua nanti akan dibahas tokoh Prabowo di UIN Sunan Kalijaga, kemudian Abu Rizal Bakrie di Ponpes Tebu Ireng, dan terakhir akan mengetengahkan presiden dan wakil presiden terpilih.
Pada diskusi putaran pertama ini, pembicara pertama, Haris Azhar mensyaratkan dua hal bagi para capres yang akan berlaga pada pilpres mendatang. Dua syarat tersebut adalah track record dan kecakapan (kapasitas). Menurut Haris, Jokowi sangat memenuhi syarat yang pertama di mana dia tidak pernah terlibat dalam kejahatan serius di masyarakat.
“Kalau saya bilang, Jokowi unggul untuk syarat yang pertama ini dibandingkan dengan kandidat lainnya. Pasalnya, Jokowi saya nilai tidak punya masalah. Dia tidak punya kejahatan yang serius terhadap masyarakat, misalnya kejahatan genosida atau pelanggaran HAM berat,” tutur Ketua KonstraS ini.
Syarat yang kedua, yaitu kecakapan dan kapasitas, menurut Haris, Jokowi masih perlu meningkatkan lagi kekuatan untuk memimpin negeri ini. Pasalnya, jika Jokowi nanti ternyata menjabat sebagai presiden, maka akan banyak kepentingan yang harus dilayaninya.
“Hal yang menjadi isu dan selalu menjadi media promosi oleh banyak partai adalah tentang kedaulatan pangan. Banyak partai berbicara tentang sentimen asing yang menjadi modal utama untuk menuju kepada kedaulatan pangan. Namun, mereka tidak membicarakan tentang pencegahan eksploitasi sumber daya pangan, seperti tambang, perikanan, kayu, dan sebagainya yang mana setiap tahunnya dicuri ke luar dari Indonesia. Di sinilah Jokowi seharusnya bisa menunjukkan bahwa beliau memiliki konsep yang jelas untuk mencegah eksploitasi tersebut. Jokowi bisa melaksanakan hal tersebut karena jabatan presiden bukan jabatan personal melainkan kelembagaan. Di sisi ini, saya menilai Jokowi cukup berhasil untuk mengajak kepada kesadaran kolektif,” demikian disampaikan oleh Haris.
Hal senada disampaikan oleh pembicara kedua, Dr. Hempri Suyatna. Menurut dosen Fisipol UGM ini, Jokowi memiliki berbagai keunggulan, yaitu di sektor elektabilitas dalam berbagai survei, figur sederhana yang dirindukan oleh banyak orang, serta memiliki integritas dan rekam jejak yang baik.
“Dari berbagai survei, Jokowi memiliki elektabilitas yang tinggi (rata-rata di atas 35 persen). Selain itu, untuk survei kualitas dan kapabilitas personal kandidat capres-cawapres yang dilakukan oleh Pol-Tracking Institut yang melibatan 330 profesor, Jokowi berada di peringkat kedua di bawah Jusuf Kalla. Di sisi lain, karakter Jokowi yang sederhana dan merakyat sangat diminati oleh rakyat, selain tentunya rekam jejak beliau yang sukses memimpin di Solo,” ujar Hempri.
Di balik kelebihan tersebut, Hempri menyoroti tentang kelemahan Jokowi dalam hal konseptual. Satu hal yang dinilai masih belum baik adalah soal visi-misi Jokowi yang belum disosialisasikan ke masyarakat.
“Jokowi belum secara maksimal melakukan sosialisasi terkait visi-misinya. Jokowi juga masih belum memiliki konsep yang jelas terkait dengan konsep trisakti (kemandirian [kedaulatan] di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Saya menilai Jokowi juga masih belum menonjol dalam hal pengelolaan konflik dan percaturan politik di dalam negeri,” pungkas Hempri.
Sejarawan UI, JJ Rizal menilai Jokowi sebagai figur pemimpin masa depan Indonesia. Namun JJ Rizal menggarisbawahi bahwa sikap Jokowi yang sederhana, dan tercermin dalam tindakannya, perlu untuk didorong dengan membawa masukan dan kritikan yang bersifat membangun. Satu hal yang perlu didorong adalah pembuatan konsep tentang Indonesia ke depan.
JJ Rizal mencontohkan bahwa Jokowi sebenarnya memiliki kelemahan di bidang konseptual ketika menangani persoalan banjir di Jakarta.
“Ketika kita mendengar tentang solusi Jokowi dalam menangani banjir di Jakarta, beliau hanya berpatokan pada dua hal, yaitu sodetan Ciliwung-Cisadane dan ‘mengganggu langit’. Padahal jika ditilik lebih jauh, sebenarnya konsep sodetan Ciliwung-Cisadane ini telah dikaji secara serius pada 1996 silam. Jokowi sebenarnya tidak perlu blusukan, namun hanya meneruskan dan memperbaiki apa yang telah dikaji oleh para ahli pada 1996 silam,” ungkap JJ Rizal.
Kelemahan dalam konsep inilah yang diamini oleh Dra. I Gusti Agung Putri Astrid. Sebagai salah satu orang dekat Jokowi, I Gusti Agung Putri menilai bahwa sebenarnya pola pikir Jokowi sangat sederhana. Beliau lebih mementingkan melakukan tindakan nyata dibandingkan dengan menyajikan konsep sebagaimana diminta oleh kaum intelektual.
“Jokowi ingin mempertahankan citra kesederhanaan, sehingga tim di sekelilingnya harus bisa memberi masukan agar Jokowi bisa mengekspresikan dengan cara yang sederhana. Pemikiran Jokowi sederhana, sehingga agak susah untuk memberikan wacana secara konseptual, namun beliau memberikan kerja dan langkah nyata,” demikian disampaikan I Gusti Agung Putri Astrid.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...