Jokowi Targetkan RI Stop Impor BBM pada 2030
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo menargetkan Indonesia tidak akan lagi mengimpor bahan bakar minyak (BBM) pada 2030 dan lebih mengembangkan lagi energi baru terbarukan (EBT).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah menargetkan tidak mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG) pada 2030.
“Masih ada impor BBM dan LPG di mana memang dalam strategi energi nasional ini, kita rencanakan 2030 itu kita tidak lagi impor BBM dan diupayakan juga tidak impor LPG,” ungkap Arifin dalam telekonferensi pers di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa (20/4).
Hal tersebut disampaikannya usai menghadiri Sidang Kabinet Dewan Energi Nasional (DEN) yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, dan dihadiri oleh jajaran menteri serta anggota DEN periode 2020-2025.
Adapun isu energi yang dibahas pada Sidang Kabinet tersebut di antaranya adalah meningkatnya kebutuhan energi untuk jangka panjang, dan terbatasnya pasokan sumber daya di dalam negeri.
“Kemudian kita juga menyampaikan dengan perkembangan saat ini terkait target-target pengurangan emisi. Maka Indonesia perlu mengantisiapsinya untuk bisa mendorong sumber-sumber energi baru dan terbarukan sebagai bauran energi nasional energi kita untuk mengurangi emisi,” jelasnya.
Arifin mengakui bahwa pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) masih sedikit, yakni baru mencapai 10,5 gigawatt dari bauran energi.
Pemerintah, katanya, berharap jumlah ini bisa meningkat menjadi 23 persen atau 24 ribu megawatt (MW) pada 2025 dan menjadi 38 ribu megawatt pada 2035 mendatang dengan pembangkit tenaga surya sebagai andalan.
Lanjutnya, DEN juga berencana untuk melakukan program-program hilirisasi batu bara. Selain itu, pihaknya juga ingin segera menyelesaikan pembangunan infrastruktur terkait energi, seperti listrik dan gas, agar target 100 persen elektrifikasi bisa segera tercapai. Dengan begitu diharapkan seluruh daerah di Indonesia bisa segera mendapatkan pasokan listrik.
“Demikian juga untuk bahan bakar minyak dengan program BBM satu harga ini ke depannya kita harapkan bisa dinikmati oleh masyarakat dan bisa membangkitkan ekonomi kerakyatan, ekonomi masyarakat di daerah-daerah tersebut,” paparnya.
Presiden, kata Arifin, juga menginstruksikan untuk mengembangkan green economy atau ekonomi hijau. Menurut Jokowi hal ini sangat penting, mengingat semua negara maju sudah mulai untuk mengembangkan green economy tersebut, dan juga bisa mengurangi kerusakan lingkungan.
Pemerintah berharap strategi perekonomian hijau bisa membantu mempercepat pemanfaatan EBT untuk mendukung target pengurangan suhu 2 derajat celcius, sesuai dengan perjanjian iklim Paris.
Inovasi dan Kesiapan Teknologi
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro, mengatakan Kemenristek sudah mencanangkan beberapa kegiatan terkait EBT dalam prioritas riset nasional pada 2020-2024 untuk meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional.
Adapun lima kegiatan utama terkait EBT tersebut adalah pertama, mengembangkan bahan bakar nabati dari kelapa sawit atau biodiesel. Diharapkan bahan baku untuk pembuatan biodiesel maupun avtur bisa 100 persen menggunakan kelapa sawit.
“Saat ini dengan menggunakan katalis dari ITB. Sudah uji coba di kilang minyak Pertamina dan harapannya kita bisa masuk skala produksi tidak lama lagi, baik diesel, bensin dan avtur, tujuannya adalah agar kita bisa mengurangi impor BBM sendiri,” ungkap Bambang.
Kedua, biogas yang banyak dipakai terutama di perkebunan sawit. Menurutnya hal ini bisa menjadi alternatif untuk penyediaan listrik di tempat-tempat terpencil.
Ketiga, adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Indonesia, kata Bambang, adalah salah satu negara yang mempunyai kandungan panas bumi terbesar di dunia, tetapi pemanfaatannya masih sangat kecil. Salah satu kendala yang diakui Bambang adalah investasi untuk mengembangkan PLTP sangat mahal.
“Karena itu kita kembangkan PLTP skala kecil yang mudah-mudahan bisa dikembangkan di berbagai daerah kandungan panas bumi sehingga listrik yang dihasilkan bisa bermanfaat bagi daerah sekitarnya,” jelas Bambang.
Keempat adalah baterai listrik. Pemerintah, katanya, sedang mengembangkan baterai lithium dan fast charging untuk mendukung keperluan kendaraan listrik. Dengan begitu, diharapkan kendaraan listrik bisa dipromosikan sebagai komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi.
Kelima, pengembangan teknologi nuklir. Menurutnya, ketika perekonomian Indonesia tumbuh, maka harus ada lsitrik yang memadai. Untuk memastikan ketersediaan listrik tersebut dengan tetap mematuhi Paris Agreement, butuh kesiapan tenaga nuklir, baik dari sisi keselamatan maupun lokasi yang menjaga keselamatan teknologi nuklir tersebut.
Masih dalam rangka mendukung kerangka Paris Agreement, Bambang mengatakan Indonesia harus mengembangkan penelitian untuk mengolah limbah atau sampah menjadi sumber energi, misalnya pembangkit listrik berbasis sampah.
Dengan satu aktivitas pengolahan sampah, ujarnya, Indonesia bisa mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu kebersihan lingkungan dan penyediaan energi dari sumber terbarukan. (VOA)
Inggris Jatuhkan Sanksi Baru pada Iran, Karena Memasok Rudal...
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Inggris menjatuhkan sanksi baru kepada Iran pada hari Senin (18/1...