Jumlah Menteri Kabinet Jokowi Dinilai Ideal
KUPANG, SATUHARAPAN.COM - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang menilai jumlah menteri dalam kabinetnya Jokowi-JK masih cukup ideal, artinya tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu ramping pula.
"Jumlah 34 kementerian itu masih cukup ideal, walaupun terjadi perubahan nomenklatur dan peleburan serta penambahan kementerian baru. Tetapi hal itu, bukan merupakan sebuah masalah," kata Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang itu, Selasa (16/9).
Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), Senin (15/9) mengumumkan 34 kementerian yang akan dipimpin oleh 18 orang menteri dari kalangan profesional dan 16 menteri lainnya diisi oleh profesional, tetapi berasal dari partai politik.
"Kita sudah memutuskan kementerian ada 34, yang pembagian menterinya nanti akan diduduki oleh 18 profesional (non-partai politik) dan 16 profesional berasal dari partai," kata Jokowi di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9).
Namun demikian, mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu belum mau mengumumkan nama-nama para pembantunya kepada publik, karena ada sejumlah kementerian yang belum final.
Menurut Ahmad Atang, postur kabinet yang diumumkan presiden terpilih itu menunjukkan bahwa tim transisi Jokowi-JK cukup jelih dalam meramu kabinet yang efektif.
"Tugas lebih lanjut bagi tim transisi adalah membuat kerangka kerja sebagai acuan, sekiligus indikator capaian kinerja para menteri agar presiden dapat melakukan evaluasi secara reguler," kata Ahmad Atang.
Menurut dia, hal tersebut penting untuk dilakukan guna menghindari terjadinya tumpang tindih tugas antarkementerian, serta program kerja antara satu kementerian dengan kementerian lainnya.
"Selama ini ada program yang sama justru dikerjakan oleh beberapa kementerian, sehingga tumpang tindih dalam penjabarannya. Karena itu, kerangka kerja tersebut perlu disiapkan agar berjalan sesuai rel yang sebenarnya," ujarnya.
Ia mencontohkan program pengentasan kemiskinan, bukan hanya urusannya kementerian sosial, tetapi juga ada kementerian lain yang menumpang di atas program kerja yang seharusnya bukan menjadi urusannya.
"Kondisi inilah yang kemudian memunculkan kerancuannya dalam pelaksanaannya dan malah menjadi sumber korupsi," katanya.
Dr Ahmad Atang, MSi menyarankan agar kementerian yang berkaitan dengan perekonomian sebaiknya ditempati profesional murni, bukan profesional politisi.
"Kriteria personel yang mengisi jabatan menteri dengan komposisi profesional 18 dan politisi yang profesional 16 menurut saya relatif. Artinya sah-sah saja, namun kementerian yang berkaitan dengan perkonomian sebaiknya ditempati oleh profesional murni, bukan dari profesional yang politisi," kata dia.
Ahmad Atang mengatakan, jumlah kementerian untuk kalangan profesional partai politik terlampau besar.
Menurut dia, sekalipun calon menteri tersebut seorang profesional, namun tetap seorang politisi yang memiliki perhatian politik pula.
Karena itu, Jokowi boleh berargumen untuk tidak membagi-bagi kekuasaan, namun kehadiran calon menteri dari parpol sebanyak itu tetap dianggap publik sebagai bagian dari afilasi politik pilpres, ujar Ahmad Atang.
"Yang profesional murni saja belum tentu independen karena mereka diangkat oleh presiden dari parpol tertentu, maka fatsun politik pasti ada, apalagi calon menteri dari kader partai jelas jauh lebih tidak idependen lagi," tukasnya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...