Junta Thailand Larang Game Simulasi Kediktatoran
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Junta Thailand melarang sebuah game komputer yang memungkinkan para pemainnya melatih kediktatoran militer mereka sendiri di dunia fiksi tempat “pantai yang cerah dan korupsi politik” hidup berdampingan, ujar pihak berwenang pada Selasa (5/8).
Game simulasi Tropico 5 memberikan kesempatan kepada para pemain untuk membangun bentuk pemerintahan mereka sendiri di sebuah pulau terpencil.
Game tersebut dijual dengan slogan: “Bayangkan sebuah tempat di mana masyarakatnya tidak pernah mengalami kelaparan, semua pekerja memiliki upah yang layak dan cuaca selalu cerah – pastikan Anda selalu memilih El Presidente.”
“Tropico 5 dilarang tapi saya belum bisa memberitahu alasannya kecuali jika Anda meminta izin dari Direktur Jenderal kami,” kata seorang petugas yang tidak ingin disebutkan namanya di Video and Film Office, bagian dari Kementerian Kebudayaan, kepada AFP.
Distributor game Thailand, New Era Interactive Media, mengatakan telah menerima sebuah surat dari Kementerian Kebudayaan pada Senin yang melarang penjualannya di kerajaan tersebut.
Manajer pemasaran perusahaan itu, Nonglak Sahavattanapong, berbicara kepada AFP pada Senin (4/8) malam bahwa pihaknya “kecewa” dengan langkah yang melarang game buatan pengembang asal Bulgaria, Haemimont, tersebut.
Dia mengatakan game itu sudah diblokir “karena beberapa bagian dari cerita yang ada di dalamnya memengaruhi situasi di Thailand.”
Dia tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai alur cerita yang dipermasalahkan tersebut, namun mengatakan “para pemain dapat memainkan peran sebagai pemimpin dari sebuah negara - mereka dapat memilih sistem untuk menjalankan negaranya.”
Kementerian Kebudayaan saat ini jatuh di bawah naungan Kepala Angkatan Laut Thailand – wakil pemimpin junta – setelah jatuhnya pemerintahan sipil pada 22 Mei melalui kudeta militer.
Di situs Tropico5.com dijelaskan bahwa dalam game tersebut para pemain akan diberikan sebuah “lahan kesempatan: sebuah tabula rasa di mana setiap inspirasi ideal atau gila bisa dibuat menjadi mungkin.”
Sejak merebut kekuasaan, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Thailand Prayut Chan-O-Cha menangguhkan demokrasi, memberangus perbedaan pendapat dan memberlakukan pembatasan terhadap kebebasan media saat ia berupaya mengakhiri tahun-tahun perpecahan politik yang pahit. (AFP)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...