Jurnal Perempuan: Pak Jokowi Pilih Pabrik Semen atau Rakyat?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) bersama berbagai elemen masyarakat peduli lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM) berkumpul dalam aksi damai menyuarakan nasib rakyat Kendeng, Provinsi Jawa Tengah, yang menderita akibat pembangunan pabrik semen. Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), diminta segera menentukan langkah, yakni antara memilih kepentingan rakyat atau kepentingan bisnis semata.
“Sekarang hanya begini saja, Pak Jokowi memilih pabrik semen atau rakyat?” ujar Koordinator YJP, Gadis, kepada satuharapan.com, di seberang Istana Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, hari Selasa (21/6) sore.
Dalam aksi tersebut, mereka mengungkapkan akan terus membantu Sembilan Kartini Kendeng, Rermbang dalam menuntut janji Jokowi sebagai pemimpin negara untuk segera menuntaskan permasalahan yang merenggut hak-hak hidup masyarakat Kendeng.
Ketidakpedulian pemerintah pada suara-suara perlawanan pembangunan pabrik semen di Desa Tegaldowo dan Timbrangan, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah, membuat sembilan orang perempuan (Sembilan Kartini Kendeng) pada bulan April lalu menggelar aksi menyemen kaki di depan Istana. Mereka ingin bertemu Jokowi untuk membicarakan pabrik semen yang merusak alam dan mengancam keberlangsungan hidup para petani Pegunungan Kendeng.
Kesembilan perempuan itu adalah Sukinah, Supini, Murtini, Surani, Kiyem, Ngatemi, Karsupi, Deni, dan Rimabarwati. Suara mereka mewakili ribuan petani di empat kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yakni Pati, Grobogan, Wonogiri dan Gombong.
Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Gunretno, turut menyatakan keprihatinannya terhadap sikap pemerintah yang seakan menutup telinga mengetahui permasalan yang ada. Selain itu, ia juga menyayangkan adanya ‘oknum nakal’ di dalamnya.
“Masyarakat Kendeng nasibnya tengah terlunta-lunta menanti jalan keluar dari pemerintah. Mereka tidak bisa mendapatkan air bersih akibat perusakan lingkungan sekitar oleh pembangunan pabrik semen yang turut didukung oleh oknum-oknum yang tidak jujur,” kata Gunretno.
Dia menjelaskan, dari awal pembangunan pabrik semen di Kendeng, masyarakat sekitar tidak pernah mendapatkan sosialisasi atas bentuk perizinan pendirian bangunan pabrik.
Mereka juga mencurigai adanya pembangunan pabrik semen yang membabi buta dengan membuka lahan-lahan tambang baru di seluruh wilayah Indonesia mulai tahun 2010.
Padahal, berdasarkan data kajian tahun 2010 oleh pakar akademisi dari Universitas Dipenogoro (Undip), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Pembangunan Negara (UPN), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), hingga tahun 2025 produksi semen di Indonesia sudah cukup bahkan berlebih.
“Sebelum ini, kami juga menemui Menteri Polhukam, Luhut Binsar Pandjaitan, di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) untuk mendengarkan presentasi dari Tim Asosiasi Semen Indonesia. Hasilnya, untuk tahun 2016 produksi semen surplus hingga 30 persen dari yang dibutuhkan. Intinya dari 92 juta ton, yang terserap hanya 72 juta ton, jadi ada lebih dari 30 juta ton yang tidak terserap oleh masyarakat. Itu salah satu bukti bahwa perjuangan masyarakat Kendeng tidak bisa dipandang sebelah mata, menyadarkan bahwa semua semata memenuhi kebutuhan bisnis, bukan lagi untuk kebutuhan nasional,” ujar Gunretno.
Luhut sepakat bahwa apabila memang terjadi pelanggaran maka harus ada ditindak secara tegas. “Maka dari itu, kami semakin optimis kumpulkan data-data kajian para pakar mengenai fakta di lapangan segera sampai ke meja Jokowi melalui para menterinya,” katanya.
Persoalan mengenai kerusakan alam akibat pembangunan pabrik semen tidak hanya terjadi di Kendeng, tetapi hampir di seluruh Pulau Jawa, yakni dari Banten hingga Banyuwangi.
“Di luar Jawa seperti Kalimantan Timur, Manokwari, dan Papua Barat juga mulai dibangun pabrik semen milik asing. Di Sukabumi ada pabrik semen dari Thailand yang juga menuai protes warga karena tidak memenuhi Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Untuk kasus Kendeng ini agak unik karena Amdalnya bagus, tapi kesimpulannya yang jelek. Amdal di Rembang tidak layak dibangun pabrik semen, tapi ternyata malah banyak dibangun,” kata dia menambahkan.
Dalam aksi damai kali ini, para aktivis turut serta menghadirkan Sukinah sebagai perwakilan Sembilan Kartini Kendeng. Sukinah dengan membawa hasil bumi Kendeng yang dimasak menjadi nasi tumpeng, seraya melakukan selamatan untuk Jokowi, karena di hari yang sama, Jokowi berulang tahun ke-55.
“Doa dan selamatan ini adalah upaya kami untuk mengingatkan Pak Jokowi agar memperhatikan risiko bencana dari tambang. Bencana alam adalah peringatan keras kepada manusia untuk segera berbenah. Berbenah dalam memperlakukan alam dengan bijak. Jangan ada lagi yang menjadi korban, mari bersama menjaga dan melestarikan alam untuk masa depan yang akan datang ”, kata Gunretno.
Di hari lahirnya Jokowi, Gunretno mengajak pemerintah juga masyarakat untuk lebih memperhatikan keseimbangan alam.
“Sugeng ambal warso (Selamat ulang tahun) Pak Joko Widodo. Mari merekonsiliasi bangsa untuk mewujudkan Nawacita bersama masyarakat dengan menjadikan Jawa Ijo Royo-royo. Mugi-mugi negeri ini diparingi keberkahan dan keselametan (Semoga negeri ini diberi keberkahan dan keselamatan),” doa Gunretno untuk Presiden Joko Widodo.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...