Jurnalis AS Diusir Paksa Sebelum Jumpa Pers Trump-Putin
HELSINKI, SATUHARAPAN.COM - Seorang laki-laki yang mengaku sedang bertugas sebagai wartawan, dikawal keluar ruangan di mana jumpa pers bersama di Helsinki antara Presiden Amerika Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan akan diadakan.
Sam Husseini memiliki tanda pengenal pers untuk acara itu dari majalah The Nation yang berkantor di Amerika. Husseini memegang poster berbunyi, "Larangan uji coba senjata nuklir."
Husseini menulis satu artikel untuk The Nation pada Juni 2017. Menurut biografinya dalam situs web itu, ia adalah direktur komunikasi untuk Institut Akurasi Publik, organisasi nirlaba yang bertujuan meningkatkan "jangkauan dan kapasitas organisasi progresif dan akar rumput dengan membawa mereka dan ide-ide mereka ke media utama," menurut situs web institut itu.
Stasiun televisi kabel CNN melaporkan, Husseini secara paksa dikeluarkan dari jumpa pers itu oleh Dinas Rahasia Amerika tetapi diizinkan kembali untuk mengambil barang-barangnya.
Menurut video kejadian itu, Husseini mengatakan ia berada di sana untuk mengajukan pertanyaan, bukannya memrotes.
Trump dan Putin selama ini dikecam karena telah bersikap kasar terhadap wartawan.
Langkah Maju
Sementara itu media Rusia melihat pertemuan tingkat tinggi yang sudah diantisipasi antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump, Senin (16/7), sebagai langkah maju. Dalam pertemuan tersebut, pemimpin Kremlin itu tampil sebagai tokoh yang lebih menonjol.
Setelah konferensi pers bersama di Helsinki, media Rusia juga melabrak wartawan-wartawan Amerika karena memusatkan perhatian pada dugaan intervensi Rusia dalam pemilu presiden Amerika pada 2016 yang membuat Trump berkuasa.
“Bagi saya ini satu-satunya pertanyaan yang menarik pers Amerika,” ujar Yegor Kolyvanov, wartawan stasiun televisi nasional yang dikendalikan Kremlin “NTV.”
“Putin memastikan kepada seluruh dunia bahwa ia tidak melakukan campur tangan,” ujar Olga Skabeyeva di stasiun televisi Rossiya-1.
Laporan stasiun-stasiun televisi itu memberi preseden yang jelas kepada Putin, dengan membuat pernyataan-pernyataan panjang pemimpin Kremlin itu dan hanya beberapa pernyataan pendek Trump.
Jika pertemuan itu hanya membawa sedikit hasil nyata, maka upacara dan pertemuan antar kedua pemimpin dunia itu mendapat perhatian yang cukup besar dan ditafsirkan sebagai langkah memperbaiki hubungan Amerika dan Rusia yang memburuk.
“Saya melihat dua pemimpin hari ini dapat saling menyetujui sikap satu sama lain,” ujar Konstantin Kosachev, kepala komite urusan luar negeri di majelis tinggi parlemen Rusia, kepada stasiun televisi Rossiya-1.
Pertemuan itu “memainkan peran sangat besar tidak saja untuk menyesuaikan dan memulihkan dialog politik yang normal, tetapi juga memberi arti besar bagi perdamaian dan stabilitas dunia,” ujar juru bicara majelis tinggi parlemen Rusia, Valentina Matvienko, kepada wartawan.
Kantor berita pemerintah Rusia RIA-Novosti mengutip seorang analis politik yang percaya Putin tampil lebih kuat dibanding Trump.
“KTT ini akan memicu kecaman dari Partai Demokrat yang beroposisi, dan mungkin dari sebagian Partai Republik,’’ ujar Boris Mezhuyev, editor situs Politanalitika.
“Mungkin Trump akan diberitahu bahwa ia tidak cukup keras terhadap Putin, tidak membuat Putin mengakui intervensi terhadap pemilu Amerika, bahwa ia tidak benar-benar membela pandangan Amerika dalam isu Suriah dan Ukraina,” kata Mezhuyev menambahkan.
Reaksi ini umumnya sejalan dengan apa yang disampaikan media Rusia beberapa jam sebelum pertemuan.(VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...