Jurnalis dan Mahasiswa Kalsel Tuntut Pembebasan Jurnalis Yang Sedang Diadili
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.CO-Jurnalis dan mahasiswa menggelar aksi mendukung mantan Pemimpin Redaksi laman banjarhits.id, Diananta Putera Sumedi alias Nanta (36 tahun) yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru di Pulau Laut, Kalimantan Selatan
“Hari ini kami gelar aksi bisu, sebagai simbol pembungkaman terhadap pers yang terjadi pada kawan kami Diananta," kata Donny, jurnalis di Banjarmasin dan anggota Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers, hari Rabu (17/6) bersama Fariz Fadlllah dari Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan "Bebaskan Diananta."
Diananta yang memberitakan penggusuran lahan milik masyarakat adat di Desa Cantung Kiri di Kabupaten Kotabaru, kini menjadi pesakitan di PN Kotabaru. "Tidak ada yang bilang jurnalis kebal hukum," ujar Donny. Orang yang bekerja sebagai jurnalis tetap bisa dihukum bila ia berbuat kriminal, seperti menipu atau memeras atau kejahatan lainnya.
"Tapi menulis berita, dengan mematuhi kode etik, hanya menyampaikan fakta, itu bukan kejahatan. Itulah yang dilakukan Nanta, itulah jurnalisme, dan itu dilindungi sepenuhnya oleh UU Pers Nomor 40/1999," kata Donny.
Kepatuhan pada kode etik itulah yang membedakan berita dengan kabar burung. Berita yang memiliki sumber jelas dengan berita bohong atau hoaks, katanya lagi.
Apalagi berita yang ditulis Diananta disampaikan pada saluran yang sah. Berita "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" yang menjadi pangkal masalah terbit di laman kumparan.com/banjarhits.id. kedua media bermitra dan, dan kumparan adalah perusahaan berbadan hukum yang sah sesuai undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia.
"Lagi pula masalah ini sudah selesai di Dewan Pers, sebagai lembaga yang berwenang menangani sengketa pers. Keberatan kepada pemberitaan dilayani media dengan hak jawab, atau kalau perlu hak koreksi," kata Donny.
Kumparan.com/banjarhits.id juga sudah melayani hak jawab Sukirman, orang yang menyebutkan dirinya Ketua Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia (MUKKI) yang membantah apa yang ditulis Nanta sebagai ucapannya di dalam berita tersebut.
Kasusnya terkait pengadu oleh Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia. Dia menilai berita yang ditulis Diananta menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.
Masalah ini telah dibawa ke Dewan Pers, pada Kamis, 9 Januari 2020 untuk proses klarifikasi. Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu dan minta maaf. PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020.
Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu banjarhits sudah meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan. Namun penyidikan polisi terus berlanjut hingga Diananta ditahan pada 4 Mei 2020. Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai sidang pada 8 Juni 2020. (Ant)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...