Jurnalis Lampung Masih Alami Kekerasan Pada 2019
BANDARLAMPUNG, SATUHARAPAN.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung bersama LBH Pers Lampung merilis sedikitnya telah terjadi enam kasus kekerasan dialami jurnalis di daerah ini sepanjang tahun 2019.
Ketua AJI Bandarlampung, Hendry Sihaloho, di Bandarlampung, Selasa (31/12), menyebutkan terdapat enam kasus terkait kebebasan pers di Provinsi Lampung selama 2019. Perinciannya, dua kasus intimidasi terhadap jurnalis, satu kasus pengusiran jurnalis, satu kasus pelarangan peliputan, satu kasus pelecehan profesi jurnalis, dan satu kasus etik.
Kemudian, AJI Bandarlampung juga mendata 12 jurnalis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pers Mahasiswa Lampung (APML) saat meliput aksi demonstrasi di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, 24 September lalu. Semuanya terkena gas airmata, bahkan seorang di antara mereka sampai pingsan.
Selain itu, AJI Bandarlampung mencatat satu kasus terkait kebebasan berekspresi. Kasus dimaksud, yakni pembubaran acara menonton bareng (nobar) Film "Kucumbu Tubuh Indahku" di Gedung Dewan Kesenian Lampung (DKL), di Bandarlampung, November 2019.
"Mengapa kami mendata kasus kebebasan berekspresi, karena salah satu misi AJI adalah mengembangkan demokrasi dan keberagaman," kata Hendry pula.
Data kekerasan terhadap jurnalis tersebut juga dibeberkan AJI Bandarlampung bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dalam diskusi akhir tahun bertajuk "2020: Meneropong Independensi Media dan Kebebasan Berekspresi di Lampung" dilaksanakan di Embun Coffee, Pahoman, Bandarlampung, Senin (30/12) petang.
Pada forum tersebut, Ketua AJI Bandarlampung Hendry Sihaloho juga menegaskan bahwa AJI tidak menerima dana hibah APBD maupun APBN, juga tidak menerima dana dari pihak swasta yang terindikasi terlibat sejumlah pelanggaran, di antaranya korupsi, kejahatan lingkungan, hak asasi manusia (HAM), dan kejahatan perburuhan. Sikap tersebut, menurutnya, sebagai bentuk menjaga independensi.
"AJI mengharamkan anggotanya menerima 'amplop'. Laporkan bila Anda mengetahui. AJI sangat tegas untuk hal-hal prinsipil. Bahkan, kami telah mencabut Kamaroeddin Award (penghargaan AJI Bandarlampung) yang pernah diberikan kepada salah satu jurnalis senior karena perilakunya bertentangan dengan nilai-nilai AJI," ujarnya lagi.
Direktur LBH Pers Hanafi Sampurna menyatakan, pers di Lampung harus menjaga marwahnya, terutama pada 2020 yang merupakan tahun politik. Jangan sampai tergadai iklan politik jelang pilkada.
"Jika media sudah mejadi partisan dan tidak independen, ada kerugian publik untuk mendapatkan informasi. Terkait kebebasan berekspresi menjadi ikhtiar kita bersama untuk menjaganya dan kita berharap tahun 2020 kejadian ini tidak terulang," katanya. (Ant)
Lebanon Usir Pulang 70 Perwira dan Tentara ke Suriah
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Lebanon mengusir sekitar 70 perwira dan tentara Suriah pada hari Sabtu (27/1...