Kampanye Pemilu Legislatif Makin Tidak Efektif
SATUHARAPAN.COM – Kampanye pemilihan umum telah melewati pekan kedua. Namun berbagai saran tentang cara kampanye yang tidak efektif dan melanggar aturan tidak juga diperbaiki oleh partai politik peserta pemilu.
Publik telah banyak menyampaikan pendapat melalui media massa. Pendapat yang terlontar antara lain kampanye di tempat terbuka dengan menampilkan juru kampanye utama dan sebagian besar waktu mementaskan para penyanyi, terutama dangdut dinilai tidak efektif.
Panggung dan juru kampanye yang tampil tidak mampu memperkenalkan calon anggota legislatif dari partai bersangkutan. Padahal sudah menjadi pendapat umum bahwa sebagian besar calon anggota legislatif tidak dikenal doleh para calon pemilih.
Panggung kampanye semestinya menjadi sarana memperkenalkan caleg partai untuk daerah pemilihan bersangkutan, termasuk caleg DPRD II, dan DPRD I, selain caleg DPR. Namun jarang sekali caleg ini memperoleh porsi kesempatan memperkenalkan diri.
Sementara itu, panggung yang banyak diisi dengan musik dangdut, selain dinilai tidak mempunyai efek pendidikan politik, justru dinilai negatif. Sebab, parpol menampilkan penyanyi dengan gaya yang sering kurang “pantas” terutama bagi anak-anak yang ternyata banyak yang datang di acara kampanye terbuka.
Tentang keterlibatan anak-anak dalam kampanye, yang jelas melanggar aturan, ternyata partai politik juga tetap tidak mengindahkan hal ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga bungkam dan tidak bertindak apa-apa.
Sayangnya, para pemilih harus menyaksikan proses pemilihan para pemimpin negara yang bertugas untuk membuat undang-undang dan peraturan, tetapi bergitu permisif terhadap pelanggaran aturan. Bahkan mereka juga yang melakukan. Ini persoalan yang serius.
Persaingan Internal
Masalah lain yang cukup serius dalam pemilu ini adalah adanya daftar terbuka caleg, selain sistem proporsional yang digunakan. Ada upaya untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam sisitem proporsional, di mana pemilih kurang atau tidak mengetahui dengan baik calon wakil mereka. Hal ini diatasi dengan masuknya daftar caleg, dan pemilih bisa memilih nama, selain kemungkinan memilih partai.
Namun efek dari adanya daftar nama caleg ini, akan menimbulkan persaingan yang lebih lebar. Caleg dan partai bersaing ketat menghadapai caleg dan partai lain pada satu daerah pemilihan. Namun secara internal para caleg itu juga bersaing ketat dengan caleg lain dari partai yang sama di daerah pemilihan yang sama.
Adanya daftar nama caleg itu membuat setiap caleg harus mandiri dalam kampanye, dan bekerja keras mempopulerkan dirinya. Hal ini membuat kampanye menjadi lebih mahal, sementara cara yang dilakukan tidak efektifit. Hal ini yabng diprediski oleh banyak pakar bahwa akan banyak caleg yang stress, dan bisa menjasdi frustrasi.
Selain itu, peluang untuk terpilih dalam persaingan ini relatif kecil. Setiap partai politik mengajukan caleg sebanyak kursi yang tersedia. Hal itu dilakukan hamper oleh semua partai politik pada semua daerah pemilihan. Maka peluang untuk terpilih hanya satu disbanding 12.
Oleh karena itu, caleg didorong untuk kerja keras dengan dana besar. Penelitian oleh koalisi sejumlah lembaga penelitian di Jakarta menyebutkan untuk caleg DPR RI dana yang dibutuhkan secara wajar untuk kampanye sekitar Rp 1,1 miliar. Kurang dari itu makin kecil peluangnya.
Mendompleng Capres
Kecenderungan yang lain adalah ada pergeseran pemilihan anggota legislatif ini ke arah pemilihan presiden. Isu pemilihan presiden menjadi pembicaraan yang makin kencang, bahkan para caleg banyak yang menyebut kemenangan partai akan berarti jalan bagi capres yang telah ditetapkan oleh partai itu. Nada yang disampaikan bahwa ke arah “pilihkan partai x, jika ingin a jadi presiden.”
Bisa jadi caleg mendompleng capres untuk bisa terpilih, tetapi bisa jadi capres memang membutuhkan prasyarat penting dengan suara yang diperoleh dalam pemilihan legislatif untuk maju dalam pemilihan presiden.
Apapun kecenderungannya, masalahnya hal ini membuat pemilih menghadapi keruwetan yang makin tinggi. Selama ini calon pemilih telah dibingungkan oleh caleg yang tidak dikenal, dan sekarang kehilangan fokus pemilihan legislatif dan presiden.
Sebagian publik berpendapat bahwa capres memberikan gambaran partai mana yang akan dipilih dalam pemilihan 9 April mendatang. Namun ini pandangan yang tidak cukup rasional, sebab di balik capres tertentu tidak bisa otomatis menggambarkan kualitas caleg.
Masalah-masalah tersebut, sayangnya, dibiarkan begitu saja terjadi. Publik seperti kehilangan kehadiran pemimpin justru ketika akan memilih pemimpin.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...