Kampus Islam Negeri Melawan Radikalisme
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setara Institute telah melaporkan 10 kampus perguruan tinggi negeri yang terpapar radikalisme. Kampus-kampus itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, dan Universitas Mataram.
Sebanyak 30 pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia bertemu di Yogyakarta, 5-6 Agustus, untuk membahas Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2019.
Di sela pertemuan tersebut, perbincangan mengenai radikalisme juga mengemuka. Kampus-kampus perguruan tinggi Islam ini menyatukan pandangan untuk terus melawan gerakan radikal di kampus, terutama melalui pemahaman nilai-nilai Pancasila.
Babun Suharto, Ketua Forum Pimpinan PTKIN mengatakan, bagi kampus Islam, Pancasila sebenarnya tidak bisa ditawar lagi.
“Karena ini menjadi komitmen kita, pimpinan PTKIN, maka bagaimanapun juga Pancasila itu sudah final. Sehingga kami sering sampaikan bahwa di PTKIN, NKRI itu sudah final. Kita sebagai bagian dari penyelenggara pemerintah, dalam hal ini perguruan tinggi, yang namanya Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45 perlu dibumikan di seluruh kampus PTKIN,” kata Babun, dilansir Voaindonesia.com, pada Selasa (7/8).
Melawan Radikalisasi Lewat Kurikulum
Babun Suharto, yang juga Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember menambahkan, kampus Islam kini memberi perhatian lebih terhadap pemahaman Pancasila bagi mahasiswa. Proses itu disematkan dalam sejumah mata kuliah dan pendidikan kewarganegaraan menjadi bagian dari kurikulum.
Di lingkungan PTKIN kini juga dikenal Ma’had al Jami’ah atau Pesantren Kampus. Melalui program ini, mahasiswa mengikuti kegiatan layaknya pesantren, dengan tujuan utama penguatan pemahaman moderasi keberagamaan.
Kemenag sendiri terus mendorong kampus-kampus mengembangkan program ini, untuk menghasilkan mahasiswa yang mempunyai paham keagamaan moderat dan toleran. Ma’had al-Jami’ah, diharapkan merefleksikan nilai-nilai kepesantrenan, mentransformasikan keilmuan dan tradisi keislaman, dan menjadi model pendidikan Islam khas Indonesia.
Sementara itu Rektor IAIN Fathul Muluk, Jayapura, Papua, Habib Idrus Al Hamid mengatakan, moderasi agama dan kontraradikalisme merupakan gerakan yang harus dibumikan.
“Sebagai upaya peneguhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama menyangkut kerukunan dan perdamaian Indonesia. PTKIN menjadi benteng akademis untuk menjaga NKRI tetap utuh,” kata Al Hamid.
Al Hamid bahkan berharap, Menteri Agama dalam kabinet mendatang dapat diisi dari kalangan akademis PTKIN, agar mampu menyelesaikan tugas moderasi agama dan problem radikalisme.
Jangan Benturkan Islam-Pancasila
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakata, Yudian Wahyudi meminta tidak ada lagi upaya membenturkan agama dan Pancasila. Wacana sebagian orang, yang menggunakan dalil-dalil agama untuk menolak Pancasila, kata Yudian, harus dilawan. Pihak yang paling tepat untuk melawan, adalah mereka yang paham agama. Yudian menegaskan, para akademisi PTKIN inilah yang memahami agama itu.
“Kita diperintahkan Menteri Agama untuk deklarasi mengawal Pancasila dengan menawarkan Islam moderat. Karena yang paham betul bahayanya itu kami. Karena mereka memakai baju yang sama dengan kami. Memakai dalil yang sama dengan kami. Jadi, kami tahu arah pembicaraan mereka. Karena itu, Menteri Agama memerintahkan kepada kami untuk menyebarkan dan memperkuat Islam moderat. Dalam bahasa saya, Islam moderat adalah Islam yang mengakui Pancasila, UUD 1945, kebhinekaan dan NKRI harga mati,” kata Yudian.
Praktik yang ada di UIN Sunan Kalijaga, melalui program Ma’had al Jami’ah adalah penguatan paham kebangsaan bagi mahasiswa baru. Selama dua semester pertama, mahasiswa diperkenalkan secara intensif hubungan Islam dan Pancasila. Diharapkan dengan begitu, di masa kuliah selanjutnya, mahasiswa sudah kebal dari pengaruh paham-paham radikal yang datang dari luar.
UIN Sunan Kalijaga kini juga memiliki Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara. Lembaga ini membuka Sekolah Pancasila yang mengundang mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk lebih memahami Pancasila.
“Kita memahami Pancasila dengan cara-cara milenial, tidak terlalu indoktriner, sehingga ketika mereka pulang pemahamannya sudah terbentuk,” kata Yudian.
PP 46 tahun 2019 merupakan berkah tersendiri bagi komunitas PTKIN di seluruh Indonesia. Jokowi memberi peluang lebih besar bagi mereka dalam sejumlah urusan akademis. Sebagian kewenangan Kemenristek Dikti dialihkan ke Kementerian Agama, sebagai induk dari seluruh PTKIN. Dengan kebijakan ini, komunitas PTKIN meyakini mereka lebih mampu menerapkan kurikulum terkait program anti radikalisasi dan Islam moderat, seperti yang diharapkan seluruh pihak.
Editor : DA
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...