Kampus Merdeka Sesuai Pendidikan Ala Papua
WAMENA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi di pegunungan tengah Papua menilai kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait kampus merdeka sangat cocok diterapkan di Papua dan Papua Barat karena sesuai pendidikan ala Papua.
Ketua STIMIK Agamua Wamena Marthen Medlama melalui telepon selulernya, Selasa (11/2) mengatakan kebijakan terkait dua semester mahasiswa berada dalam dunia kerja, itu dibutuhkan mahasiswa Indonesia, terutama di Papua.
"Kita orang Indonesia pada umumnya, tetapi yang saya bicara adalah khusus orang Papua, minat baca rendah, jadi kalau pendidikan yang bersifat aplikatif yang turun langsung lihat, praktik, itu mau-maunya orang Papua," katanya.
Ia mencotohkan sejumlah pilot pesawat kecil yang merupakan putra-putri asli pengunungan tengah Papua, bukan berasal dari sekolah pilot namun mereka mampu menerbangkan pesawat karena mereka langsung praktik.
"Mereka itu dari jurusan Matematika, jurusan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, tetapi mereka mampu terbangkan pesawat karena mereka lihat, langsung praktik. Jadi apa yang disampaikan menteri ini sangat cocok dengan pendidikan ala Papua," katanya.
Ia menyebut kebijakan itu akan memberikan suasana baru bagi mahasiswa yang merasa tertekan akibat berada di dalam kampus dengan pola pembelajaran yang sama secara terus menerus selama beberapa semester.
Kampus Merdeka membantu mahasiswa memilih jenis pekerjaan yang akan dilakukan setelah lulus, karena mereka telah belajar menghadapi masalah dan menemukan solusi saat dua semester di luar kampus.
"Jadi setelah kita bekali dengan teori yang berhubungan dengan jurusan, misal dua atau empat semester, nah dua semester berikut kita lepas ke masyarakat untuk cari pekerjaan, diskusi hal-hal yang berhubungan dengan jurusan, jadi dia temukan masalah kalau misal saya selesai nanti, pekerjaan saya apa, masalah yang saya hadapi seperti ini," katanya.
Dosen itu mengatakan kampus merdeka rencananya dilakukan pada semester V, artinya dua semester terakhir digunakan oleh mahasiswa untuk diturun atau belajar di masyarakat. Namun ia mengaku kebijakan dua semester untuk praktik agak sukar diterapkan di beberapa daerah yang memiliki lapangan pekerjaan terbatas.
"Terutama lapangan kerja kurang seperti adanya perusahaan yang bisa diajak untuk penempatan mahasiswa kita selama dua semester untuk kerja atau belajar, yang berhubungan dengan jurusannya, itu mengalami kesusahan. Artinya tinggal kemauan kampus untuk membangun jejaring, kerjasama dengan dunia kerja supaya mahasiswa dalam dua semester bisa ditempatkan di sana," katanya.
Ia mengharapkan program luar biasa menteri itu tidak hanya sebatas wacana melainkan ditindaklanjuti pada tingkatan aplikatif di dunia akademisi sehingga semua perguruan tinggi Indonesia bisa lakukan hal itu.
"Ini sangat baik dan saya berikan apresiasi sebagai akademisi di pegunungan tengah Papua," katanya. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...