Kans Presiden Kolombia Raih Nobel Pupus Pasca Referendum
OSLO, SATUHARAPAN.COM - Para peneliti perdamaian mencoret nama Kolombia dari daftar favorit peraih Anugerah Nobel Perdamaian untuk tahun ini setelah rakyat negara itu menolak perdamaian dengan pemberontak lewat sebuah referendum pada hari Minggu (2/10).
Hasil referendum yang mengejutkan itu, yang menuai kritik karena terlalu lunak terhadap para pemberontak, telah menghapus peluang Kolombia meraih nobel dan memberi kepada calon lain peluang lebih besar, seperti aktivis hak asasi manusia Rusia atau negosiater kesepakatan nuklir Iran.
"Kolombia lenyap dari semua daftar kredibel," kata Kristian Berg Harpviken, kepala Peace Research Institute, Oslo, berbicara kepada wartawan tentang Nobel Perdamaian 2016 yang akan diumumkan di Oslo pada hari Jumat mendatang.
Sebagaimana dilaporkan oleh Reuters, sebelum referendum, Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos, dan komandan FARC Rodrigo Londono, yang lebih dikenal dengan sebagai nom de guerre Timochenko, diunggulkan untuk hadiah bernilai 8 juta crown Swedia atau US$ 936.000 itu.
Anugerah Nobel selama ini sering diberikan kepada pelaku proses perdamaian, seperti di Irlandia Utara pada tahun 1998, antara Israel dan Palestina pada tahun 1994 atau bahkan di Vietnam pada tahun 1973.
Sekarang, menurut Asle Sveen, seorang sejarawan yang meneliti Anugerah Nobel, Kolombia tak lagi menjadi unggulan. Sebelumnya, dia mengunggulkan Kolombia karena perjanjian damai yang sudah dicapai pemerintah dengan pemberontak diharapkan akan mengakhiri perang di yang telah menelan korban meninggal 220.000 orang.
Sveen mengatakan, kemungkinan hadiah Nobel Perdamaian kali ini akan jatuh kepada para negosiator kesepakatan nuklir Iran. Kandidat termasuk Menlu AS, John Kerry, Menlu Iran, Iran Mohammed Javad Zarif dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Frederica Mogherini.
Pada hari Minggu (2/10), para penentang perjanjian damai dengan kelompok pemberontak Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) di luar dugaan menang dalam referendum meskipun sangat tipis.
BBC melaporkan rakyat di Kolombia menolak perjanjian damai bersejarah dengan hasil 50,24 persen rakyat menyatakan menentang perjanjian tersebut.
Perjanjian damai ditandatangani pada pekan lalu oleh Presiden Juan Manuel Santos dan pemimpin FARC, Timoleon Jimenez, setelah perundingan selama hampir empat tahun.
Namun kesepakatan tersebut perlu diratifikasi oleh rakyat Kolombia sebelum mulai berlaku.
Dalam pidato kenegaraan, Presiden Santos mengatakan ia menerima hasil ini namun akan terus mengusahakan perdamaian.
Ia mengatakan, gencatan senjata akan tetap berlangsung dan ia telah memerintahkan juru runding berangkat ke Kuba untuk berkonsultasi dengan para pimpinan Farc mengenai langkah selanjutnya.
Sementara itu pemimpin Farc mengatakan kelompoknya tetap berkomitmen untuk mengakhiri peperangan.
Para pemberontak telah setuju untuk meletakkan senjata setelah konflik selama 52 tahun dan bergabung dengan proses politik.
Sejumlah pengamat mengatakan perjanjian damai itu bersikap terlalu lunak kepada FARC, yang masih dianggap AS sebagai kelompok teroris. Dari suara yang masuk dari lebih dari 99% tempat pemungutan suara (TPS), 50,2% menentang perjanjian damai sementara 49,8% mendukungnya – selisihnya kurang dari 63.000 suara dari 13 juta total surat suara.
Keikutsertaan pengguna hak pilih sangat rendah, kurang dari 40%.
Mantan Wakil Presiden Francisco Santos, yang menentang perjanjian itu, mengatakan ia berharap kesepakatan yang lebih baik akan menyusul.
“Kemenangan ‘tidak’ (dalam referendum) merupakan kemenangan untuk perdamaian dengan keadilan, kemenangan untuk perdamaian dengan pengampunan dan rekonsiliasi. Kemenangan ‘tidak’ ialah kemenangan bagi perdamaian yang lebih inklusif, perdamaian yang melibatkan kita semua, perdamaian yang lebih stabil,” ujarnya.
Hasil ini menjadi pukulan mundur bagi Presiden, yang sejak pemilu pada 2010 telah bersumpah untuk mengakhiri konflik yang disalahkan atas pengungsian sekitar delapan juta orang.
Hasil yang sangat tipis itu mengejutkan para analis setelah hasil jajak pendapat sebelum referendum menunjukkan bahwa pihak yang memilih “setuju” didukung oleh 60% warga Kolombia.
Referendum ini berlangsung enam hari setelah ditandatanganinya perjanjian damai final antara pemerintah dan gerakan gerilyawan nasional, yang mengakhiri pemberontakan sejak lama di negara itu
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...