Kapolda Metro Jaya: Aparat Harus Persuasif dan Simpatik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Aparat keamanan mulai dari tingkat nasional, kota hingga tingkat kelurahan atau kecamatan harus mengedepankan pendekatan persuasif dan simpatik, saat terjadi pecah kerusuhan atau kontingensi sosial di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini dikemukakan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Irjen Pol Unggung Cahyono di hadapan para pimpinan musyawarah pimpinan daerah (muspida) dalam acara Silaturrahim Sinergi Tiga Pilar Keamanan Provinsi DKI Jakarta, di Hall A Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro, Jakarta Selatan, Kamis (25/9).
“Saya berpesan bahwa setiap kali berkoordinasi dengan Kodam Jaya anggota kami selalu melakukan tindakan pencegahan berdasarkan persuasif dan simpatik,” kata Unggung.
Unggung menjelaskan bahwa ada beberapa metode dalam penangangan tindakan berbau anarkis dan huru-hara.
“Saya katakan kepada mereka bahwa kendali dengan tangan kosong lunak (kita membuat pagar betis) saat ada demonstrasi, tangan kosong keras (kita mengantisipasi demonstrasi dengan menggunakan tameng dan gada), saya membatasi water canon dalam setiap unjuk rasa di bawah 100 orang, maksimal dua water canon,” lanjut Unggung.
Dalam Prosedur Tetap Kepolisian Republik Indonesia (Protap Polri) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarki menyebut bahwa ada tiga kategori yang termasuk tindakan anarki yakni ancaman gangguan, ambang gangguan, dan gangguan nyata.
Bentuk-bentuk perbuatan yang tergolong ancaman gangguan yang belum menjadi tindakan anarki antara lain membawa senpi (senjata api), dan sajam (senjata tajam), membawa bahan berbahaya (padat, cair, dan gas), membawa senjata berbahaya lainnya (ketapel kejut), dan melakukan tindakan provokatif.
Sementara bentuk-bentuk gangguan nyata menurut Protap Polri No.1 Tahun 2010 antara lain perkelahian massal, pembakaran, perusakan, pengancaman, dan lain-lain.
Unggung mengemukakan bahwa komunikasi intensif antar instansi penegak keamanan dan ketertiban perlu dan juga dengan adanya transparansi, sinergi, dan kesetaraan.
“Sinergi diperlukan, oleh karena itu saya mengumpulkan para pimpinan daerah sekalian untuk saling mengenal lebih dalam lagi di forum yang terhormat ini, kami juga berharap hubungan tetap harmonis antar instansi,” kata Unggung.
Unggung menjelaskan bahwa transparansi yakni keterbukaan dan menghilangkan rasa saling mencurigai antar instansi sehingga maksimal dalam berkoordinasi, sama halnya dengan kesetaraan yakni adanya asas kesejajaran saat menyelesaikan suatu permasalahan atau konflik yang sedang terjadi di masyarakat.
“Saya selalu ingatkan anak buah saya agar meningkatkan bahaya bersifat kontingensi
Apa saja itu? yakni kontingensi keamanan, terorisme, kontingensi sosial atau unjuk rasa, dan kontingensi bencana alam,” Unggung mengakhiri penjelasannya.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...