Kapolri Harus Usut SP3 Perusahaan Pembakar Hutan
PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM - LSM lingkungan, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk membentuk tim independen guna mengusut penerbitan surat penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan diduga pembakar hutan dan lahan gambut Riau oleh Polda Riau.
"Tim ini dibutuhkan karena diduga ada praktik mafia dibalik keluarnya SP3 tersebut selain itu dampak kekabaran hutan dan lahan besar sehingga tidak bisa begitu saja diabaikan," kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah, di Pekanbaru, hari Selasa (30/8).
Menurut Woro, tim ini sebaiknya terdiri atas unsur akademisi, praktisi hukum dan masyarakat korban kebakaran hutan dan lahan.
Jika dalam kasus narkoba, katanya, Kapolri berani dan cepat membentuk tim, lalu mengapa pada kasus SP3 15 perushaaan pembakar hutan dan lahan itu justru Kapolri terkesan lamban dan tertutup.
"Apalagi sejak awal, penerbitan SP3 tanpa diketahui publik. Publik baru mengetahui SP3 pada 19 Juli 2016, padahal SP3 dimulai sejak Januari 2016. Keterlambatan dan ketertutupan ini saja telah mengindikasikan ada hal yang Kepolisian tidak ingin masyarakat luas mengetahui. Ada apa sebenarnya?" katanya.
Jikalahari mencatat, sudah 40 hari sejak publik mengetahui penghentian perkara tersebut, hingga detik ini hasil kinerja Mabes Polri masih sumir.
Bahkan, Jikalahari belum mengetahui hasil evaluasi Mabes Polri atas terbitnya SP3 tersebut sementara itu Mabes Polri malah terkesan mengamini alasan penerbitan SP3 oleh Polda Riau. Apakah ini tanda Mabes Polri menyetujui SP3?
"Semestinya Kapolri jangan hanya mendengar informasi dari internal Kepolisian, akan tetapi juga mencari dan mendengar informasi dari publik. Itu menjadi penting untuk dilakukan terutama mengingat mandat Kapolri dari Presiden untuk memberantas mafia hukum," katanya.
Jikalahari menyesalkan kebijakan tersebut bahkan parahnya ketika kelanjutan SP3 masih tidak jelas, kabut asap kembali melanda Pekanbaru dan beberapa kabupaten di Riau.
Status ISPU di Pekanbaru, dalam status SEDANG, yang mengindikasikan penurunan konsisi udara di Pekanbaru, sementara sebanyak 300 KK telah diungsikan di Kabupapten Rokan Hilir dan Rokan Hulu akibat asap atas pembakaran hutan dan lahan itu.
"Berdasarkan pantauan hotspot Jikalahari menemukan, di area 8 dari 15 korporasi tersebut terjadi peningkatan hotspot yang cukup signifikan di tahun 2016," katanya.
Ia menekankan, SP3 15 perusahaan adalah salah satu faktor penyebab timbulnya asap kembali. SP3 telah melanggengkan pengabaian tanggung jawab perusahaan terhadap konsesinya, sehingga perusahaan tidak merasa jera. Dengan SP3 publik juga tidak dapat memantau pelaksanaan tanggung jawab perusahaan terhadap area yang seharusnya dikelola dan dilindungi dari resiko kebakaran.
Jika SP3 tidak dianulir, kata Woro, karhutla dan asap akan menjadi persoalan yang terus terjadi dan membahayakan masyarakat.
"Oleh karena itu akibat perkembangan SP3 yang tidak jelas kelanjutannya, dan dalam upaya mencegah timbulnya asap yang lebih luas, maka Jikalahari merekomendasikan Kapolri segera mengganti Kapolda Brigjen Supriyanto, karena gagal membuka SP3 15 korporasi pembakar hutan dan lahan," katanya.
Kapolri juga harus mengganti Direktur Ditkremsus Polda Riau dan jajarannya karena bekerja tidak transparan pada publik. Kapolri segera bentuk tim independen sebagai bentuk kepatuhan atas instruksi Presiden Jokowi dalam menerapkan prinsip transparansi dalam penanganan perkara karhutla, dan wujud komitmen untuk bersih dari korupsi.
"Kapolri bersama KLHK dan Kejaksaan Agung membentuk tim penegakan hukum terpadu dalam penanganan perkara karhutla," katanya. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...