Kapolri Minta Bantuan FPPTHI Selesaikan Kasus GKI Yasmin
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal Polisi Sutarman meminta Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Seluruh Indonesia (FPPTHI) ikut membantu menyelesaikan kasus hukum pembangunan Gereja GKI Yasmin Bogor.
Hal itu mengingat putusan dari Mahkamah Agung belum dapat menuntaskannya, sementara polisi diminta terus menjaga selama 24 jam tiap harinya.
Kasus pembangunan gereja di Yasmin dan Bekasi, bukan kasus agama, melainkan sengketa perizinan dari Pemda Bogor, yang tidak memberikan izin pembangunan Gereja Yasmin, kata Wakil Ketua FPPTHI Laksanto Utomo mengutip pernyataan Kapolri dalam pertemuannya pada hari Rabu (14/5) kepada pers di Jakarta, Jumat (16/5).
Menurut Laksanto, Kapolri minta bantuan kajian hukumnya karena hingga kini belum ada kepastian hukumnya, sementara polisi diminta terus menjaganya dengan jumlah personel relatif cukup banyak.
"Tiap hari lebih dari 200 polisi menjaga wilayah itu, apalagi pada hari Minggu saat jemaat Kristiani menjalankan peribadatannya. jumlah petugasnya dinaikkan. Hal itu membutuhkan anggaran besar dan kontraproduktif karena belum ada titik ujung untuk menyelesaikan," kata Laksanto.
Menyambut tawaran itu, kata Laksanto, FPPTHI akan segera membuat MoU untuk sama-sama membuat kajian hukum agar terlihat pokok masalahnya agar masalah itu dapat selesai.
"Kami akan segera membuat tim kajian dan melakaukan investigasi lapangan, termasuk juga melihat berbagai peraturan perundang-undangannya sebagai landasan untuk membuat kebijakan.
Pada pertemuan FPPTHI dengan Kapolri yang dilaksanakan pada hari Rabu (14/5), Sutarman yang didampingi Wakapolri Komjen Polisi Badrodin Haiti juga mengatakan bahwa jumlah polisi saat ini mencapai sekitar 420.000 personel yang ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia hingga tingkat kelurahan.
Tugas polisi, kata Sutarman, kini cukup berat karena sebagian besar masyarakat itu belum mengerti dan memahami adanya UU, sementara pihak DPR dan Pemerintah sebagai pembuat UU kurang menyosialisasikan.
"Pelanggaran hukum itu kebanyakan anggota masyarakat tidak tahu jika dia melanggar, sementara hampir semua instansi mengeluarkan aturan yang punya sanksi hukum. Ini juga masalah bagi kepolisian karena jika menindak sesuai dengan hukum dan aturan, ditabrakkan dengan rasa keadilan masyarakat," kata Sutarman.
"Ingat kasus sendal jepit dan pencurian kakau di daerah pada tahun silam yang polisi banyak dikritik para ahli hukum," tambahnya.
Untuk meningkatkan profesionalisme polisi, kata dia, pihaknya minta FPPTHI ikut memberikan masukan agar tugas kepolisian tetap berada pada rel yang benar.
"Polisi itu di tengah masyarakat jika tidak ada, dicari-cari. Namun, jika ada, dimaki," katanya.
Ketua FPPTHI yang juga Dekan FH Universitas Nasional Surajiman menambahkan bahwa kepolisian sebagai lembaga penegak hukum harus punya wibawa tinggi. Saat ini seolah hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang punya jasa besar dalam pemberatasan korupsi di Indonesia.
KPK itu hanya lembaga ad hoc, yang suatu saat dapat dibubarkan. Oleh karena itu, Kepolisian Negara RI harus dapat meningkatkan citra baiknya di tengah masyarakat lewat bekerja secara profesional.
"Tugas polisi itu berat, tidak kenal hari libur terus bertugas. FPPTHI berkepentingan untuk membantu meningkatkan tugas polisi yang profesional," kata Surajiman. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...