Kardinal Kongo Sayangkan Gereja Jadi Sasaran Kekerasan
KINSASHA, SATUHARAPAN.COM – Kardinal di Republik Demokratik Kongo menyayangkan sejumlah gereja Katolik di negara tersebut menjadi target tindakan kekerasan.
Kardinal Laurent Monsengwo dari Kinshasa menerbitkan pesan pada hari Minggu (19/2) – diberitakan kembali Catholic Herald, hari Kamis (23/2) – yang berisi kecaman terhadap dua serangan kekerasan yang terjadi pada paroki dan seminari.
Dalam pesannya, kardinal memperingatkan bahwa serangan tersebut merupakan upaya sabotase terhadap perdamaian dan rekonsiliasi. “Seiring dengan aksi kekerasan yang dialami semua uskup, kami mencela aksi-aksi kekerasan, yang mungkin terjun negara kita lanjut ke dalam kekacauan yang tak terkatakan,” demikian kutipan pernyataan tersebut.
Pada hari Sabtu (18/2) di seminari Malole di Kananga, Kongo mengalami kerusakan akibat pembakaran.
Pada saat bersamaan, tabernakel yang terdapat di gereja Saint Dominic di Kinshasa, Kongo dihancurkan, sementara itu sejumlah biarawati di gereja tersebut mengalami tindak kekerasan.
Republik Demokratik Kongo berada dalam keadaan krisis politik saat presiden, Joseph Kabila menolak mundur dari jabatannya meskipun ia tidak memiliki mandat untuk memerintah.
Gereja adalah mediator kehormatan di Kongo, dan gereja merupakan pihak yang mengusulkan agar presiden di negara tersebut tidak dapat memasuki masa periode ketiga dalam kekuasaannya.
Kardinal Monsengwo termasuk salah satu dari sekian banyak pemimpin politik yang terpanggil menyelesaikan krisis politik di Kongo.
Dia mengatakan berdasar catatan sejarah, orang-orang yang tidak memiliki kekuatan kepemimpinan akan menemui kegagalan.
“Kami meminta masing-masing dari mereka menunjukkan kebijaksanaan, menahan diri dan memiliki semangat menyelesaikan masalah mengenai penunjukan perdana menteri,” kata dia.
Kardinal Monsengwo mengatakan untuk meringankan krisis saat ini politikus di negara tersebut harus mengakui dengan rendah hati, bahkan sebelum bangsa dan dunia internasional memiliki kecenderungan yang secara moral tidak menghormati keputusan politik di Kongo.
Kardinal Monsengwo memperingatkan bahwa situasi tersebut mengarah ke situasi yang tanpa solusi, dan ketiadaan lembaga yang mendorong rekonsiliasi akan mencatatkan Kongo sebagai sebuah negara yang tidak memiliki tanggungjawab. (catholicherald.co.uk)
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...