Kardinal Zen: Kesepakatan Paus dan Tiongkok Khianati Kristus
Bila kesepakatan antara Vatikan dan Tiongkok itu dicapai, Kardinal Joseph Zen mengatakan yang muncul di Tiongkok adalah uskup-uskup boneka Komunis dan bukan gembala jemaat yang sejati.
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Tokoh Katolik paling senior Tiongkok mengecam upaya negosiasi yang kemungkinan besar akan menghasilkan kesepakatan antara Vatikan dan Beijing. Ia mengatakan kesepakatan itu akan mengkhianati Yesus Kristus, walaupun kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk mencairkan hubungan yang pahit antara kedua belah pihak selama enam dekade.
Pembicaraan antara Vatikan dan Beijing telah berlangsung selama berbulan-bulan dan diharapkan akan menyelesaikan masalah kontroversial selama ini yang mengizinkan pemerintahan Komunis Tiongkok untuk turut serta dalam proses seleksi uskup.
Kardinal Joseph Zen, mantan uskup berusia 84 tahun dari Hong Kong, telah menjadi kritikus vokal atas upaya mencapai kesepakatan itu. Ia mengatakan setiap perjanjian di mana Beijing akan memiliki 'tangan' dalam menyetujui penunjukan imam merupakan tanda "menyerah".
"Mungkin Paus sedikit naif, ia tidak memiliki latar belakang untuk mengetahui Komunis di Tiongkok," kata Zen di sebuah sekolah Salesian di Hong Kong di mana ia masih mengajar, dalam wawancara dengan The Guardian. "Paus mungkin mengetahui penganiayaan Komunis [di Amerika Latin], tapi dia mungkin tidak tahu para penganiaya Komunis (di Tiongkok) yang telah membunuh ratusan ribu orang."
Dewasa ini umat ââKatolik Tiongkok bebas untuk pergi menghadiri misa. Mereka juga bebas beribadah di gereja yang diakui pemerintah. Namun Tiongkok melarang penginjilan. China Catholic Patriotic Association yang dikontrol oleh pemerintah, selama ini mengendalikan gereja dan mengatur penunjukan uskup, tanpa masukan dari Vatikan.
Gereja Katolik "bawah tanah" memang ada, dengan beberapa perkiraan mengatakan mengatakan jumlahnya lebih besar daripada yang resmi. Dan anggota-anggotanya serta rohaniawannya telah menghadapi penganiayaan pemerintah.
Kristen Protestan juga menghadapi tantangan yang sama. Di Tiongkok timur lebih dari 1.200 salib dilenyapkan dari bangunan gereja. Bangunan gereja juga dihancurkan.
Zen mengeluh bahwa sebagian pendukung dari kesepakatan itu tidak benar-benar tahu mengenai Tiongkok, kurang memiliki pengalaman dari tangan pertama. Ia menghabiskan tujuh tahun mengajar di kota-kota di seluruh Tiongkok di tengah bangkitnya peristiwa Tiananmen 1989.
Salah satu motivasi Vatikan untuk berunding dengan Tiongkok adalah jumlah umat Katolik yang relatif kecil di negara yang penuh dengan orang-orang yang semakin mencari makna dalam hidup mereka. Ada sekitar 10 juta umat Katolik, hanya sepersepuluh dari jumlah keseluruhan orang Kristen di negara ini.
Namun, bagi Zen, bila pun nantinya ada "kebebasan palsu" di bawah kesepakatan yang diusulkan, antara lain dengan memberikan kesempatan imam lebih mudah berkhotbah dan gereja-gereja akan dibangun, "itu hanya kebebasan semu, itu bukan kebebasan nyata, orang-orang cepat atau lambat akan melihat uskup boneka pemerintah dan tidak benar-benar gembala."
"Para uskup resmi tidak benar-benar memberitakan Injil," Zen menambahkan "Mereka memberitakan ketaatan kepada otoritas Komunis."
Francesco Sisci, seorang intelektual dari Italia dan wartawan yang berbasis di Beijing, mengatakan kesepakatan yang saat ini tengah dibicarakan sifatnya sangat luas dan belum jelas kapan akan diumumkan secara resmi. Tidak ada pengamat yang mengharapkan perundingan ini akan mengarah pada pemulihan hubungan diplomatik secara penuh.
Sisci menolak pendapat bhawa Vatikan akan meninggalkan prinsip-prinsipnya oleh karena kesepakatan dengan Beijing. Ia mengatakan banyak pemimpin di dalam gereja Katolik meyakini akan lebih efektif bila berbicara dengan para pemimpin Tiongkok daripada menggalang perang dalam isu-isu semacam Hak Asasi Manusia dan kebebasan beragama.
"Gereja tidak menginginkan perang. Dan tidak ingin mengobarkan perang baru dengan Tiongkok," kata dia.
Ia meyakini Paus berpikir bahwa gereja dapat memainkan peran penting membantu Tingkok memasuki dunia modern dan menjadi masyarakat modern.
"Paus mungkin naif tetapi adalah tugasnya untuk menjadi naif, menjadi seorang beriman," kata Sisci.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...