Kasus Dul: Pola Asuh Seimbang Support dan Kontrol Adalah Kunci
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kecelakaan di tol Jagorawi yang melibatkan anak umur 13 tahun (8/9) membuat berbagai hal lain timbul. Dari persoalan longgarnya regulasi kepemilikan kendaraan pribadi, keamanan dalam angkutan umum yang rendah, hingga orangtua yang memanjakan anak dengan berbagai fasilitas. Ellen Patricia dari Yayasan Busur Emas, lembaga pelatihan pertumbuhan dan perkembangan anak, memberi tips praktis melatih kedisiplinan anak.
Ibu satu putra ini sedikit mengomentari kasus Dul, “Anak usia segitu (13) memang dalam masa pubertas. Selain belum cukup umur, juga riskan jika mengemudi mobil. Fisik mereka sedang berubah. Mereka belum terbiasa dengan kondisi tubuh mereka—yang sudah tidak kanak-kanak lagi—sehingga koordinasinya pun kurang.” Ia melihat dari sisi perkembangan fisiologis dan psikologis anak.
Apakah masa-masa ini mereka senang memberontak? Project Director President University ini mengamini dan menambahkan, “Selain itu, kematangan emosi mereka belum memadai. Sebab, jika ditinjau dari tahap perkembangan, kemampuan pengendalian emosi seseorang normalnya terbentuk utuh pada usia 17-18 tahun.” “Maka, usia itulah minimal seseorang memperoleh izin mengemudi,” katanya. Namun, ia mengingatkan, “Lingkungan, dalam hal ini keluarga, juga pasti berpengaruh.”
Tips Bagi Orangtua
Walaupun tiap orangtua kemungkinan besar akan menghadapi masa-masa pemberontakan anak yang mulai menginjak remaja, untuk mencegah supaya sang anak tidak melakukan tindakan yang berakibat fatal, Ellen memberi saran, “Pola asuh yang imbang antara support dan kontrol.”
Pada masa remaja, kontrol harus lebih banyak. Misal, jika orangtua mampu membelikan kendaraan pribadi untuk anak, mereka harus tegas menegakkan kesepakatan bahwa si anak harus diantar orangtua atau sopir. “Jika kesepakatan dilanggar, harus ada konsekuensinya,” kata perempuan lulusan National University of Singapore ini.
Namun Ellen menegaskan, “Konsekuensi harus dirasakan sebagai konsekuensi oleh anak. Jika anak nyaman-nyaman saja dengan konsekuensi itu, berarti konsekuensi itu belum pas.”
Tentang support orangtua, pemimpin Yayasan Busur Emas ini menyarankan, “Orangtua juga perlu bicara dari hati ke hati tentang perasaan anak. Bisa dengan menanyakan apa harapan anak terhadap orangtua yang selama ini belum dilakukan. Bukan hanya soal materi”
“Kalau yang disampaikan anak belum bisa dipenuhi orangtua, orangtua bisa mengeksplorasi harapan-harapan lain. Bisa jadi ada harapan yang bisa dilakukan orangtua. Sebab, biasanya harapan anak cukup banyak,” katanya.
Ellen Patricia yakin pola asuh yang seimbang antara support dan kontrol ini akan mencegah remaja menjadi korban atas keinginan mereka sendiri.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...