Kasus Gagal Ginjal Akut Akibat Sirup Obat, Polisi Selidiki Regulator Obat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Polisi sedang melakukan penyelidikan awal mengenai apakah tindakan apa pun oleh pejabat di badan regulator obat-obatan negara dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana, karena polisi memperluas penyelidikan terhadap sirup obat batuk tercemar yang terkait dengan kematian lebih dari 200 anak di seluruh negeri, dua pejabat polisi mengatakan kepada Reuters.
Pengawasan polisi terhadap Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) adalah eskalasi terbaru oleh negara-negara yang meminta pertanggungjawaban atas beredarnya sirup yang terkontaminasi yang terkait dengan kematian puluhan anak termasuk di Gambia dan Uzbekistan tahun lalu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sedang bekerja dengan negara-negara untuk menyelidiki rantai pasokan farmasi global untuk sirup semacam itu.
Akhir tahun lalu polisi menangkap dan mendakwa delapan orang di perusahaan Indonesia yang mengimpor dan mendistribusikan bahan mentah ke pembuat obat yang sirup obat batuknya ditemukan mengandung bahan kimia kelas industri beracun, sebagai bukan bahan yang sah.
Andika Urrasyidin, kepala penyidik polisi kasus tersebut, mengatakan kepada Reuters,polisi telah memanggil "banyak" pejabat BPOM untuk diinterogasi, dan penyelidikan masih berlangsung. "Kami masih menyelidikinya. Tapi ... jika ada tindakan, ya harus ada tanggung jawab," katanya, menolak mengatakan apa, jika ada, tuduhan yang bisa diajukan.
Tidak ada seorang pun di BPOM yang dituduh melakukan kesalahan. Polisi pada akhirnya dapat mengajukan tuntutan pidana atau menutup penyelidikan tanpa mengambil tindakan. Pejabat dari BPOM tidak menanggapi permintaan komentar.
Hersadwi Rusdiyono, direktur unit deteksi kejahatan kepolisian nasional Indonesia, mengatakan pejabat BPOM dihadirkan sebagai saksi, tetapi penyidik sekarang sedang memeriksa apakah ada kesalahan yang dilakukan oleh regulator obat.
"Kami tanya mereka sesuai fungsinya sebagai regulator, apakah sudah melakukan pengawasan dan seperti apa pengawasannya," katanya kepada Reuters."Mereka hanya diperiksa sebagai saksi, kami sedang koordinasi dengan kejaksaan."
Hersadwi mengatakan, pendalaman sejauh ini difokuskan pada staf di bawahnya, tidak termasuk Kepala BPOM, Penny Lukito. Penny tidak menanggapi permintaan komentar.
BPOM mengatakan lonjakan kasus gagal ginjal akut terjadi karena beberapa pihak "memanfaatkan celah dalam sistem jaminan keamanan" dan perusahaan farmasi tidak cukup memeriksa bahan baku yang mereka gunakan.
Pada bulan Januari, Pipit Rismanto, seorang pejabat polisi senior, mengatakan kepada wartawan bahwa pihak berwenang telah menemukan satu perusahaan yang menjual racun "tingkat industri" sebagai propilen glikol tingkat farmasi, bahan dasar utama obat sirup.
Racunnya, etilen glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG), dapat digunakan oleh oknum yang tidak bermoral sebagai pengganti propilen glikol karena harganya bisa kurang dari setengah harga, beberapa pakar farmasi mengatakan kepada Reuters.
Polisi telah menjerat empat perusahaan yang terlibat dalam kasus tersebut, yaitu produsen obat Afi Farma yang diduga menjual sirup oplosan, CV Samudera Chemical yang menurut polisi menyuplai bahan kimia tersebut, serta dua distributor Tirta Buana Kemindo dan Anugrah Perdana Gemilang.
Seorang pengacara Afi Farma, yang menghadiri sidang pertama kasus tersebut pada hari Selasa (20/6), mengatakan perusahaan akan menghormati hukum.
Tirta Buana Kemindo menolak berkomentar. CV Samudera dan Anugerah Perdana Gemilang tidak bisa dihubungi.
BPOM juga disebutkan dalam gugatan class action terpisah yang diluncurkan pada bulan Januari oleh orang tua yang anaknya meninggal atau menderita komplikasi jangka panjang dari cedera ginjal akut.
Sidang hari pertama belum dijadwalkan dan proses mediasi baru saja selesai, kata pengacara keluarga. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
60.000 Warga Rohingya Lari ke Bangladesh karena Konflik Myan...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 60.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh dalam dua b...