Kasus Kekerasan Seksual Anak Dominasi Media Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hasil kajian Indonesia Indicator (I2), menyebutkan, dari 343 media online di seluruh Indonesia, baik nasional maupun lokal pada periode 1 Januari 2012 - 19 Juni 2015, kasus seksual dan kekerasan mendominasi terhadap anak.
“Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu dibuktikan dengan kian tingginya jumlah pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak yang menghiasi media massa. Kekerasan seksual tercatat sebagai kasus yang paling kerap muncul di pemberitaan media,” kata Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang memaparkan hasil kajian media yang bertajuk “Anak-Anak dalam Laut Hitam Kekerasan”, di Jakarta, Senin (22/6).
Menurut dia, faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak berasal dari faktor eksternal atau sosial, terutama kemiskinan.
“Tahun ini, peristiwa kekerasan pada anak berpuncak pada kasus Angelina (Engeline) di Bali yang mencapai 1.387 berita dalam sebulan terakhir, atau sekitar 26 persen dari total pemberitaan tahun 2015,” ujar Rustika.
I2 adalah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence).
Rustika memaparkan, pemberitaan kekerasan terhadap anak cenderung melonjak tajam dari tahun ke tahun. Pada 2012, jumlah pemberitaan kekerasan terhadap anak hanya 1.084, tapi pada 2013 melonjak hingga 2.329 pemberitaan.
“Yang memprihatinkan, pada 2014 pemberitaan kekerasan terhadap anak meroket hingga 7.456 pemberitaan,” tuturnya.
Dalam akumulasi pemberitaan media dari tahun 2012-2015 terkait kekerasan anak, bentuk kekerasan yang paling kerap muncul di pemberitaan media adalah kekerasan seksual. Tahun ini, ekspose mengenai pemberitaan kekerasan seksual pada anak mencapai 1.533 berita.
Yang paling mengejutkan terjadi pada 2014. Ekspose kekerasan seksual terhadap anak mencapai 3.893 berita, katanya.
“Saat itu terjadi peristiwa pelecehan seksual pada anak di Jakarta International School (JIS) yang langsung memikat media hingga 1.194 berita,” papar Rustika.
Indonesia Indicator juga mencatat, pada 2012 dan 2013 pemberitaan kekerasan seksual terhadap anak paling dominan menghiasi media di Tanah Air.
Sedangkan tahun ini, hingga 19 Juni 2015 jumlah pemberitaan kekerasan terhadap anak sudah mencapai 5.266 berita. Kasus Angeline - atau kadang ditulis Engelina, berkontribusi besar pada peningkatan ekspos kekerasan pada anak di Indonesia. Kasus kematian Engeline pun menarik perhatian media dari luar negeri, setidaknya di beberapa negara terdekat seperti Australia dan Thailand.
Namun demikian, kasus Angeline ini hanyalah fenomena puncak gunung es yang menyeruak ke permukaan di laut hitam. Faktanya, masih banyak anak yang kurang lebih bernasib sama dengan Angeline, baik yang terungkap di publik (media) maupun yang belum terungkap di media.
“Jika dikalkulasi dalam periode 2012-2015, di mana ekspos mencapai 16.135 berita, berarti kasus Angeline menempati porsi 10 persen dari `Lautan Hitam` pemberitaan kasus kekerasan pada anak dalam empat tahun terakhir. Kasus Angeline ini menjadi alarm untuk ke sekian ribu kalinya, bahwa di negeri ini kehidupan anak-anak masih belum sepenuhnya terlindungi dan jauh dari rasa aman,” jelas Rustika.
Pelaku dan Penyebab Kekerasan
Media memotret bahwa para pelaku kekerasan terhadap anak justru adalah orang-orang yang dekat dengan korban, yang seharusnya menjadi pelindung.
“Pelaku kekerasan terhadap anak didominasi oleh orang tua dan guru. Selama periode 2012 sampai dengan Juni 2015, pemberitaan soal kekerasan oleh orang tua kepada anak lebih tinggi daripada kekerasan yang dilakukan oleh guru,” katanya.
Pada 2015, pemberitaan kekerasan anak yang dilakukan orang tua mencapai 3.235 dan kekerasan oleh guru sebanyak 709. Pada 2014, kekerasan yang dilakukan orang tua mencapai 4.308 dan guru 2.312. Hal yang sama juga terjadi pada 2012 dan 2013.
Sementara itu, ada keterkaitan antara pelaku dan penyebab kekerasan pada anak yang terekspos media. Penyebab kekerasan terhadap anak berasal dari faktor eksternal atau sosial yaitu kemiskinan (223 berita), masalah keluarga, masalah sosial (80 berita), gangguan jiwa pelaku kekerasan (105 berita), dan rendahnya pengetahuan pelaku kekerasan akan efek tindakannya.
“Tampak dalam pemberitaan media sepanjang tahun 2013 sampai semester awal 2015, bahwa kemiskinan atau tekanan ekonomi merupakan faktor utama penyebab kekerasan pada anak,” kata dia.
Dengan hasil analisis ini, Rustika berharap agar perkembangan situasi perekonomian yang masih belum stabil di tahun ini, orangtua selalu mengingat agar anak tidak lagi menjadi korban kekerasan akibat faktor di luar dirinya sendiri. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...