Kasus Lahan Tidur, PTUN DKI Jakarta Menolak Gugatan PT Tratak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta menolak Gugatan PT Perusahaan Perkebunan Tratak (PT Tratak) terhadap Badan Pertanahan Nasional yang mencabut HGU perusahaan tersebut melalui Keputusan Badan Pertanahan Nasional No. 7/PTT-HGU/BPN RI/2013 tentang Penetapan Tanah Terlantar yang Berasal Dari Hak Guna Usaha Nomor 1/Batang atas nama PT Perusahaan Perkebunan Tratak, terletak Di Desa Tumbrep, Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 16 Januari 2013. Demikian siaran pers bersama yang disampaikan lima lembaga masyarakat sipil, antara lain Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), HuMa, Sawit Watch, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan PILNET pada hari Senin (8/7).
Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) menetapkan tanah di atas Hak Guna Usaha (HGU) PT Tratak di Desa Tumbrep, Bandar, Jawa Tengah sebagai tanah terlantar, menetapkan hapusnya hak atas tanah dan memutus hubungan hukum. Oleh karenanya tanah seluas 89, 841 ha tersebut kembali dikuasai negara.
Dalam gugatan dengan perkara nomor 25/G/TUN/2013/PTUNJkt ini, 13 warga Batang mengajukan diri sebagai Tergugat II Intervensi dengan didampingi PILNET, dan mendukung penerbitan SK BPN RI Nomor 7/PTT-HGU/BPN RI/2013.
Putusan Majelis Hakim telah meneguhkan tanah seluas 89,841 Ha adalah tanah yang tergolong terlantar. Selain itu sebagaimana dalam putusannya, Hakim telah menyimpulkan penerbitan SK No. 7/PTT-HGU/BPN RI/2013 yang diterbitkan BPN RI telah sesuai dengan asas-asas pemerintahan umum yang baik, serta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.
Kelima lembaga masyarakat sipil mengapresiasi putusan Majelis Hakim yang melihat fakta keberadaan masyarakat yang mengelola dengan baik lahan tersebut dan menghidupi 400 KK di daerah Desa Tumbrep dan sekitarnya. Dengan putusan ini, maka BPN RI sebagai pemegang otoritas pertanahan di Indonesia harus segera melaksanakan redistribusi lahan tersebut dan memberikan sertifikat bagi para penggarap. Sebagian lahannya sudah dimanfaatkan masyarakat Dewa Tumbrep, Batang yang tinggal di sekitar bekas perkebunan tersebut secara baik dan bermanfaat.
PT Tratak adalah perusahaan perkebunan dengan komiditas cengkeh dan kopi. Sejak diberikan HGU pada 1988 tidak pernah mengelola kebun cengkeh dan kopinya dengan baik. Bahkan pada 1994-1995 dan 1998-1999 Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah menggolongkannya sebagai perkebunan kelas III dengan predikat sedang. Selanjutnya Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, melalui surat nomor: 525.1/2862 tanggal 19 April 2011, memberikan penilaian usaha perkebunan pada tahun 2009 ke PT Tratak sebagai kelas lima dengan predikat kurang sekali. Klasifikasi ini membuktikan ketidakcakapan PT Tratak dalam mengusahakan lahannya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...