Kasus Zika Ditemukan di Jambi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (The Eijkman Institute for Molecular Biology) hari Minggu (31/1) mengatakan, telah mendapati satu kasus Zika di Sumatera, dan menambahkan virus itu tampaknya telah menyebar “untuk sementara waktu” di Indonesia.
Kantor berita AFP belum bisa mendapatkan komentar dari pejabat Departemen Kesehatan Indonesia, atas laporan Lembaga Eijkman itu.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman âmengatakan, seorang laki-laki berusia 27 tahun yang tinggal di provinsi Jambi dan tidak pernah bepergian ke luar negeri, diketahui telah positif mengidap virus Zika. Institut itu menemukan kasus tersebut ketika mempelajari wabah demam berdarah di Jambi.
Tim peneliti menyisihkan contoh/spesimen yang menyebabkan gejala-gejala demam berdarah seperti demam dan ruam, yang setelah diuji ternyata bukan merupakan virus demam berdarah. Penelitian lebih lanjut pun dilakukan.
Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, mengatakan kepada AFP seperti diberitakan voaindonesia.com , “dari 103 spesimen yang kami periksa dan terbukti negatif demam berdarah, kami mendapati satu yang positif Zika”.
Zika ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti, yang juga menyebabkan penyakit demam berdarah dan chikungunya. Virus ini menyebabkan gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, sakit kepala, sakit sendi dan ruam.
Herawati Sudoyo mengatakan, spesimen itu diambil ketika wabah demam berdarah di Jambi antara bulan Desember 2014 dan April 2015. Belum diketahui bagaimana dan kapan laki-laki yang tidak pernah bepergian ke luar negeri itu, bisa tertular virus Zika tersebut.
“Kami menyimpulkan, virus itu sudah ada di Indonesia untuk beberapa waktu," kata Herawati Sudoyo.
Zika Bisa Jadi Ancaman Kesehatan Lebih Besar Dibanding Ebola
Sementara itu, Wabah virus Zika di Amerika Latin dikhawatirkan bisa menjadi ancaman lebih besar dibanding wabah ebola, yang menewaskan lebih dari 11.000 orang di Afrika. Demikian menurut beberapa pakar kesehatan masyarakat yang berbicara dengan suratkabar “Guardian” dan “Examiner” menjelang rapat darurat Badan Kesehatan Sedunia WHO hari Senin (1/2), yang akan memutuskan apakah ancaman Zika harus dikategorikan sebagai krisis kesehatan global.
Otorita kesehatan masyarakat di Brazil melaporkan, peningkatan kasus microcephaly, yaitubayi lahir dengan ukuran kepala dan otak yang kecil atau abnormal. Insiden microcephaly kini 10 kali lebih tinggi dibanding biasanya.
Penyebab microcephaly masih diselidiki, tetapi tampaknya ada hubungannya dengan infeksi Zika pada ibu hamil.
Sebagian besar pembawa virus ini tidak menunjukkan gejala apapun. Ini merupakan penularan diam-diam dalam kelompok individu yang sangat rentan yaitu ibu hamil, yang dikaitkan dengan kemungkinan lahir cacat yang mengerikan’’.
Berbeda dengan ebola yang beberapa vaksinnya sedang diujicobakan, hingga saat ini belum ada vaksin untuk virus Zika.
“Masalahnya adalah, upaya mengembangkan vaksin itu juga harus diujicobakan pada ibu hamil, yang tentunya secara etika dan praktis sangat sulit dilaksanakan”, kata Mike Turner kepala urusan infeksi dan kekebalan biologis di “Wellcome Trust”.
Badan Kesehatan Sedunia WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular CDC dan Organisasi Kesehatan Pan-Amerikca mengingatkan, virus Zika menyebar sangat cepat di seluruh Amerika dan bisa menulari sampai empat juta orang.
Zika adalah virus yang menyebar dari manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk.
Dua spesies nyamuk yang diketahui sebagai pembawa virus Zika adalah, nyamuk Demam Kuning dan nyamuk Macan Asia. Kedua spesies nyamuk itu ditemukan di hampir di seluruh benua Amerika. Nyamuk Demam Kuning juga bisa ditemukan di Pantai TelukMeksiko, sementara nyamuk Macan Asia bisa ditemukan di bagian utara Amerika – hingga ke New York.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular CDC, telah mengingatkan para ibu hamil untuk tidak bepergian ke daerah-daerah dimana virus Zika sedang mewabah. CDC juga meminta orang yang datang atau kembali dari daerah-daerah itu dan menunjukkan gejala-gejala seperti demam dan ruam, untuk segera melapor ke pusat-pusat kesehatan. Dokter juga diharuskan segera melaporkan dugaan kasus Zika.
Institut Kesehatan Nasional Kolombia merekomendasikan, pasangan-pasangan untuk menunda kehamilan antara enam hingga delapan bulan.
Untuk sementara waktu, Brazil telah meminta bantuan perusahaan obat Inggris – Oxitec. Menurut suratkabar “New York Times”, Brazil baru-baru ini menyetujui penyebaran beragam kelompok nyamuk Aedes Aegypti yang gen-nya sudah dimodifikasi oleh Oxitec ke seluruh Brazil.
Gagasan di balik penyebaran nyamuk itu adalah, supaya nyamuk jantan yang sudah dimodifikasi bisa kawin dengan nyamuk betina. Keturunan yang mewarisi gen yang sudah dimodifikasi itu akan mati, membuat populasi nyamuk menyusut dan semoga saja akan mengurangi ancaman penyakit Zika.
Wabah di Brazil – yang pertama kali melaporkan kasus Zika tahun 2015 – dan beberapa negara di Amerika Tengah dan Selatan, telah memicu penyemprotan menggunakan insektisida secara besar-besaran untuk membasmi nyamuk.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...