Kaum Muda Melawan Lupa Penculikan Aktivis 1998
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia bersama Partisipasi Indonesia dan This Play menggelar konser "Yang Muda Melawan Lupa" di Toba Tabo Cafe Jakarta, Sabtu (6/4) malam.
Konser tersebut dihadiri sekitar 200-an anak muda dari berbagai wilayah di Jakarta. Jumlah tersebut belum termasuk ratusan anak di luar Toba Cafe yang tidak dapat masuk ke tempat konser di lantai 2.
Inisiator acara, Yulia Evina Bhara mengatakan, acara ini bertujuan mengingatkan kembali suara korban dan keluarga korban penculikan aktivis 1998 kepada generasi muda. Namun, Yulia, yang juga produser film tentang Wiji Thukul "Istirahatlah Kata-kata", menegaskan acara ini tidak terkait dengan Joko Widodo yang saat ini sedang maju melawan terduga penculik aktivis 1998, yaitu Prabowo Subianto, pada pemilu presiden 2019.
"Tidak ada kaitannya dengan pemilu. Tapi tentu saja semua orang bebas menentukan pilihannya masing-masing dan karena pemilu sudah dekat, orang memang harus cerdas memilih pemimpinnya. Dan kaum muda yang sedang akan menghadapi pesta demokrasi, pasti akan mempertimbangkan hal-hal yang terjadi di masa lalu," kata Yulia di Jakarta menjelaskan kepada VOA, Sabtu (6/4) malam.
âSejumlah seniman dan musisi yang hadir dalam acara tersebut antara lain Kill The DJ, Jason Ranti, Fajar Merah, Jefri Nichol, dan Olga Lydia. Selain pembacaan puisi dan aksi panggung musisi, acara ini juga menyajikan pameran foto ke 13 aktivis korban penculikan.
Senada Penyanyi rap Marzuki Mohamad alias Kill the DJ mengatakan anak muda dan bangsa Indonesia cepat lupa terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia. Karena itu, kata dia, perlu upaya mengingatkan kembali kepada mereka karena tidak menjadi pelajaran di sekolah.
"Ingatan bangsa ini kan pendek sekali baru 2 dekade reformasi orang-orang sudah lupa, siapa saja orang yang terlibat dan mempunyai dosa dan mengapa kita melakukan reformasi. Jadi penting sih untuk mengingatkan terus menerus," tutur Marzuki di sela-sela acara.
Foto Wiji Thukul dalam pameran di Toba Tabo Cafe di Jakarta, Sabtu, 6 April 2019. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)
Korban dan keluarga korban penculikan juga hadir dalam acara konser "Yang Muda Melawan Lupa". Di antaranya, yaitu Mugiyanto dan Suyadi, kakak korban penculikan Suyat dari Sragen, Jawa Tengah.
Mugiyanto yang menjadi korban penculikan 1998 menjelaskan kondisi sosial politik pada masa orde baru tidak sebebas saat ini. Karena itu, kata dia, saat itu muncul kesadaran di kalangan aktivis untuk menumbangkan rezim Soeharto yang telah berkuasa puluhan tahun supaya demokrasi di Indonesia dapat menjadi lebih baik.
"Saya diculik tanggal 13 Maret 1998. Waktu itu saya di rumah susun Klender, Jakarta Timur. Saya diculik oleh sekitar 10 orang ketika sedang berada di ruangan kontrakan saya. Jadi malam-malam sekitar setengah delapan malam," kata Mugiyanto.
Mugiyanto menuturkan dia dibawa ke Koramil dan Kodim, sebelum dibawa ke tempat yang tidak diketahuinya. Ia mengaku diinterogasi dan dipukuli ketika jawabannya tidak sesuai dengan yang diharapkan penculik.
Setelah 2 hari diculik tanpa kejelasan, ia kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya dengan keadaan mata tertutup oleh orang tidak dikenal. Mugiyanto pada akhirnya dibebaskan pada 6 Juni 1998, tidak lama setelah Soeharto lengser dari kursi presiden.
Berbeda dengan Mugiyanto, Suyat keberadaannya tidak diketahui sampai sekarang. Karena itu, Suyadi berharap kepada pemerintah agar adik kandungnya tersebut dapat ditemukan kembali.
"Dari dulu memang dalam rangka mencari keberadaan Suyat. Untuk keluarga cuma menuntut keberadaan Suyat atau kejelasan tentang Suyat," tutur Suyadi.
Menanggapi konser ini, juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengatakan isu penculikan 1998 yang kemudian dikaitkan dengan calonnya adalah sesuatu yang basi. Selain itu, menurutnya, isu ini juga pernah dibantah oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat maju bersama Prabowo Subianto pada pemilu presiden 2009.
Respons Pemuda
Lalu bagaimana tanggapan pemuda-pemudi yang hadir dari konser "Yang Muda Melawan Lupa".
"Kalau buat saya ini penting sekali. Soalnya melatih yang muda untuk melawan lupa. Buat saya juga saat itu 1998 saya masih kecil umur 4 tahun jadi tidak tahu apa-apa. Dan kebetulan saya suka baca tentang kerusuhan Mei dan orang diculik bagaimana," kata Regina Rakidewi, warga Menteng.
Sedangkan Ansori Difinubun, seorang warga Pulogadung, mengatakan: "Saya mendengar acara ini menarik. Mungkin karena ada contoh dari korban penculikan. Jadi saya bisa mendengar kisah sebenarnya bagaimana. Itu saja yang membuat saya penasaran."
Komnas HAM mencatat ada 23 aktivis pro demokrasi yang menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa pada 1997-1998. Sembilan orang dilepaskan oleh penculik setelah mengalami penyiksaan. Sementara 13 orang lainnya hingga saat ini masih hilang.
Menurut hasil penyelidikan Pro Justicia Komnas HAM yang dikeluarkan pada 2006, kasus penghilangan paksa 1997-1998 dilakukan oleh Tim Mawar. Tim ini merupakan tim yang dibentuk di bawah Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berdasar perintah langsung dan tertulis dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...