Kawasan Ekonomi Khusus Tak Berkembang, di Mana Pemerintah?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meresmikan operasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, Senin (23/2). Pemerintah yakin, dengan dibukanya KEK Pariwisata Tanjung Lesung akan membawa efek domino ekonomi yang lebih luas, termasuk mempercepat aliran investasi di Provinsi Banten, sehingga akhirnya memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
KEK Pariwisata Tanjung Lesung diluncurkan pemerintah Indonesia pada tahun 2012 dilandasi dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2012 yang menyatakan Tanjung Lesung sebagai KEK.
Demi membangun KEK Tanjung Lesung, PT Jababeka melalui anak usahanya PT Banten West Java (BWJ) akan menggelontorkan dana sebesar Rp 4,83 triliun. Dana tersebut akan digelontorkan secara bertahap hingga tahun 2022 yang merupakan target penyelesaian proyek.
Terletak di wilayah barat selat Sunda (170 km dari Jakarta), KEK Pariwisata Tanjung Lesung menawarkan manfaat bagi investor dalam hal insentif fiskal dan non-fiskal. KEK Pariwisata Tanjung Lesung juga merupakan salah satu dari 50 destinasi pariwisata nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (kini Kementerian Pariwisata, Red).
Menanti Sikap Pemerintah
Menanggapi hal tersebut, mantan anggota Komisi VI DPR Lukman Edy mengatakan hingga saat ini daerah yang ditetap sebagai KEK tidak berbeda dengan daerah yang belum ditetapkan. Karena, menurut dia, tidak terjadi peningkatan investasi pada daerah-daerah tersebut.
“Artinya, butuh keseriusan pemerintah pascapenetapan KEK, misalnya disertai dengan pemberian paket-paket yang bisa menarik kehadiran investor di daerah tersebut, seperti pembebasan pajak sehingga tidak menjadi bounded area,” kata Lukman saat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 23/2).
“Karena KEK itu baru menarik kalau bisa memberikan paket atau privilege,” dia menambahkan.
Menurut politisi PKB itu, KEK sekadar sebutan. Sedangkan, pengaturan paket atau privilege yang dimaksud harus diatur lewat Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden (Perpres). ”Kalau UU 39/2009 itu umum, tidak ada penjelasan pada paket yang diberikan pada KEK. Hingga sekarang itu belum ada di seluruh daerah yang telah diresmikan sebagai KEK,” tutur Lukman.
Sosok kini menjadi Wakil Ketua Komisi II itu pun mengambil contoh pada Kota Shenzhen, Tiongkok, yang sempat ‘berguru’ pada Batam di era Pemerintahan Presiden BJ Habibie. “Kota Shenzhen itu dulu belajar pada Kota Batam, tapi sekarang mereka sudah jauh lebih baik, sementara Batam tidak berkembang,” ujar dia.
Lukman menyimpulkan letak kesalahannya ada di pemerintah yang tidak menjalankan amanat UU No 39/2009 tentang KEK, yakni mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur fasilitas dalam KEK tersebut.
“Di Batam, Bintan, dan Karimun itu hanya satu Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan, yakni tentang struktur organisasi. Padahal yang ditunggu swasta itu aturan seperti pembebasan pajak,” kata dia.
Perhatikan Potensi Ekonomi
Oleh karena itu, Lukman menyarankan Presiden Jokowi agar lebih serius dalam menyikapi KEK dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah, Perpres, ataupun Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang pajak. Karena selama ini pemerintah hanya fokus pada potensi geografis tanpa mempedulikan aspek ekonomi.
“Semua KEK kebanyakan ada di daerah perbatasan, lintasan kapal container lewat, tapi tidak dilanjutkan dengan kebijakan ekonomi yang memberi privilege, jadi hanya potensi geografis saja, ekonominya tidak bangkit,” ujar dia.
“Inilah yang menyebabkan penyelundupan terjadi di kawasan seperti ini. Coba lihat Batam tetap lesu, Karimun belum bangkit, Bintan juga demikian,” Lukman menambahkan.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...