Kebijakan Beragam, Status Pengungsi di Eropa Tidak Jelas
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Sebagian besar pengungsi yang membanjiri wilayah Eropa bisa terjebak dalam kondisi “ketidakpastian status” saat sejumlah negara memberlakukan kebijakan yang berbeda-beda untuk mengatasi krisis imigran di benua biru tersebut, seperti diperingatkan PBB.
UNHCR memperingatkan bahwa “kombinasi kebijakan individual dan berbeda-beda saat banyak pengungsi berupaya mencari perlindungan di Eropa yang berhak mereka terima sesuai dengan hukum internasional, kemungkinan membuat mereka telantar dalam ketidakpastian status.”
Badan PBB itu menegaskan bahwa “serangkaian pengumuman terbaru kebijakan pengawasan perbatasan yang berbeda-beda dari sejumlah negara Eropa akibat dampak krisis pengungsi dan imigran menyoroti urgensi pembentukan respons komprehensif Eropa.”
“Respons ini harus dilandaskan pada penciptaan pusat pendataan yang efektif, didukung seluruh pihak terkait termasuk UNHCR, guna membantu, mendata dan menyaring secara memadai orang-orang setiba di Yunani, Italia, dan Hungaria,” menurut pernyataan pada Minggu (13/9) malam.
“Orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional sesuai dengan hukum internasional harus direlokasi di seluruh negara Uni Eropa berdasarkan mekanisme distribusi yang adil,” ia menambahkan.
Sejumlah menteri dalam negeri Uni Eropa akan berunding pada Senin malam di Brussels terkait distribusi 160.000 pengungsi di 28 negara anggota blok itu, namun rencana tersebut ditentang keras sejumlah negara Eropa Timur.
Hungaria Langsung Kirim Pengungsi ke Perbatasan Austria
Hungaria secara efektif menghentikan pendataan ribuan imigran yang melintasi perbatasannya dari Serbia dan langsung membawa mereka ke perbatasan Austria, ujar UNHCR, pada Senin (14/9).
“Informasi yang kami dapatkan yaitu sejumlah kereta khusus yang membawa imigran dari stasiun (kereta) Roszke langsung bertolak menuju perbatasan Austria tanpa berhenti terlebih dahulu,” kata Erno Simon, UNHCR Regional Representative for Central Europe, kepada AFP.
Dia mengatakan perjalanan itu “memakan waktu sekitar empat jam, (Minggu) kemarin tiga kereta sejenis berangkat dengan membawa sedikitnya dua ribu orang. Pada malam hari kolega kami melihat sejumlah polisi membangunkan orang-orang di pos perbatasan.”
Tidak ada komentar dari Pemerintah Hungaria terkait perkembangan situasi itu, dengan komentar yang sama dari para imigran kepada seorang koresponden AFP di Kota Roszke dekat perbatasan Serbia.
Sebagai negara anggota Uni Eropa (UE), Hungaria menjadi negara terdepan dalam krisis imigran di Eropa, dengan lebih dari 180.000 orang berangkat dari Yunani melalui wilayah Balkan barat dan masuk ke negara itu tahun ini.
Pada Minggu, kepolisian mencatat rekor 5.809 orang memasuki Hungaria, memecahkan rekor pada hari sebelumnya sebanyak 4.330 orang.
Berlin: Jerman Tidak Tertutup bagi Pengungsi
Jerman tidak menutup pintunya bagi para pengungsi bahkan jika mereka memberlakukan kembali kontrol perbatasan, ungkap juru bicara Kanselir Angela Merkel, Senin (14/9), seraya menambahkan bahwa langkah drastis tersebut dibutuhkan untuk menetapkan aturan dalam proses suaka.
“Kontrol perbatasan sementara tidak sama seperti menutup perbatasan, itu benar-benar berbeda. Pengungsi akan terus datang ke Jerman dan kami harap ini diatur melalui cara yang lebih tertib,” ujar Steffen Seibert.
Juru bicara tersebut menambahkan bahwa langkah itu penting untuk alasan keamanan, sehingga pemerintah bisa mengetahui “setiap orang yang datang dan riwayat hidupnya.”
Berlin pada Minggu mengumumkan pihaknya memberlakukan kembali kontrol perbatasan, setelah mengakui bahwa kapasitasnya makin terbatas dengan kehadiran puluhan ribu pendatang baru.
Austria Akan Berlakukan Kembali Kontrol Perbatasan
Australia akan mengikuti langkah Jerman untuk memberlakukan kembali kontrol perbatasan dengan Hungaria guna membendung lonjakan pengungsi, ungkap menteri dalam negeri pada Senin (14/9).
“Ya, kami akan melakukan apa yang Jerman lakukan, yang berarti bahwa kontrol sementara di perbatasan diizinkan dalam kerangka kerja Schengen, dan kami akan memberlakukan kontrol perbatasan sementara ini,” ungkap Menteri Johanna Mikl-Leitner kepada wartawan di Brussels.
“Ini berarti kontrol perbatasan akan dilakukan langsung setelah beberapa jam persiapan,” hari ini, katanya menjelang pertemuan membahas krisis bersama rekan-rekannya dari Uni Eropa.
“Kami sedang dalam proses menginformasikan Komisi tentang hal ini,” ia menambahkan.
“Kami berbicara tentang kontrol perbatasan ini dalam beberapa hari mendatang. Dalam hal apa pun, kami akan secepatnya memberlakukan kontrol di perbatasan Austria-Hungaria secara langsung.”
Austria didera “kedatangan pengungsi dalam jumlah besar” dengan sekitar 18.000 pengungsi yang ada di negara itu saat ini, ujar Mikl-Leitner.
Kanselir Austria Werner Faymann pada Senin mengumumkan bahwa 2.200 personel militer akan membantu meningkatkan pemeriksaan di perbatasan.
Juru bicara Komisi Eropa Natasha Bertaud mengatakan bahwa Brussels “mengetahui laporan” tentang keputusan Austria “tapi kami belum menerima pemberitahuan resmi.”
Polandia akan Berlakukan Pengawasan Perbatasan
Polandia akan melakukan pengawasan ketat terhadap perbatasannya untuk mengantisipasi “setiap ancaman” di tengah memburuknya krisis pengungsi di Eropa sejak Perang Dunia II, ujar perdana menterinya pada Senin (14/9) mengikuti langkah yang diambil negara-negara Uni Eropa (UE) lainnya.
“Begitu kami mendengar adanya ancaman terhadap perbatasan Polandia, pengawasan akan diberlakukan,” kata Perdana Menteri Ewa Kopacz kepada wartawan di Warsawa.
Tidak seperti negara-negara tetangga UE, yaitu Austria dan Hungaria, Republik Ceko, Polandia dan Slowakia hanya didatangi sedikit imigran dan pengungsi yang berupaya transit melalui wilayah mereka menuju Jerman dalam beberapa bulan terakhir.
Semua negara itu merupakan bagian dari zona perjalanan bebas paspor Schengen, dengan mayoritas negara anggota UE menjadi bagian dari perjanjian tersebut.
Kopacz juga menegaskan kembali penolakan Polandia atas penetapan kuota pengungsi dan menuntut pengawasan sangat ketat di perbatasan eksternal UE beberapa jam menjelang pertemuan penting di Brussels yang berfokus pada rencana Komisi Eropa untuk memberlakukan sistem kuota guna merelokasi 160.000 pengungsi di seluruh negara anggota blok tersebut.
“Polandia tidak akan menyetujui kuota pengungsi otomatis. Polandia menuntut pengawasan sangat ketat di perbatasan eksternal UE,” kata Kopacz.
PM Inggris Kunjungi Pengungsi Suriah di Yordania
Perdana Menteri Inggris David Cameron, Senin (14/9), tiba di Yordania untuk mengunjungi kamp pengungsi Suriah dan berunding dengan Raja Abdullah II, ungkap kementerian luar negeri di Amman.
Cameron datang dari Lebanon, tempatnya bertemu dengan pengungsi Suriah beberapa jam setelah menunjuk menteri untuk mengawasi permukiman kembali pengungsi Suriah di Inggris.
Di Yordania, dia mengunjungi Zaatari, sebuah kamp yang terletak di bagian utara kerajaan tempat berlindungnya hampir 80.000 pengungsi Suriah.
Lebanon dan Yordania mengeluhkan sumber daya yang makin terbatas akibat arus kedatangan pengungsi dari Suriah, sementara badan PBB berulang kali memohon bantuan dari para donatur untuk membantu warga Suriah yang membutuhkan.
Sebelumnya pada bulan ini, badan pangan PBB menyebutkan pihaknya telah menghentikan bantuan untuk 229.000 pengungsi Suriah di Yordania karena kekurangan dana.
Perang saudara di Suriah meletus empat setengah tahun lalu ketika Presiden Bashar al-Assad secara brutal menindak protes damai terhadapnya.
Perang tersebut telah merenggut lebih dari 240.000 nyawa dan memaksa sebagian rakyat Suriah meninggalkan rumah mereka. Sekitar empat juta orang telah mengungsi ke luar negeri, khususnya di negara tetangga seperti Yordania, Lebanon, dan Turki. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...