Kebijakan Propasar Sebabkan Kesenjangan Meningkat di RI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh indeks gini atau gini ratio sebesar 0,40 pada September 2015. Angka ini menurun sebesar 0,01 poin dibandingkan dengan gini ratio Maret 2015 sebesar 0,41.
Namun menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, angka tersebut masih tinggi.
“Sebetulnya kalau yang 0,40 dibandingkan yang tahun lalu kan malah turun satu poin kan. Jadi hanya saja ini memang 0,40 walaupun lebih rendah dibanding tahun lalu 0,41 itu tetap dalam kategori masih tinggi,” kata Mohammad Faisal kepada satuharapan.com yang dihubungi hari Rabu (20/4).
“Dan ini penurunan yang sekali dalam tahun ini kan belum menunjukkan bahwa trennya ke depan akan turun terus, belum ada sinyal ke arah sana. Karena secara historis indeks gini itu meningkat. Hanya pada tahun ini saja turun, berikutnya bisa jadi meningkat, bisa jadi stagnan, jadi belum ada sinyal bahwa ini akan merupakan sesuatu yang sustainable (berkelanjutan),” dia menambahkan.
Dia mengatakan salah satu penyebab meningkatnya gini ratio adalah kebijakan ekonomi yang propasar.
“Itu terjadi di hampir seluruh negara yang menerapkan sistem yang relatif propasar seperti di Indonesia. Mungkin berbeda dengan kasus negara-negara yang sosialis,” kata dia.
Faisal mengatakan “yang dilakukan oleh negara-negara maju itu biasanya adalah dari sisi perpajakan, menerapkan pajak yang sangat progresif untuk yang paling kaya.”
“Jadi yang paling kaya dipajakin lebih tinggi rate-nya. Misalkan pajak dari barang mewah dari pajak penghasilan dia progresif sekali, tinggi,” katanya.
Dari pajak yang diambil sebagian dari yang paling kaya ini, lanjut Faisal, kemudian disalurkan kepada golongan yang paling bawah dalam bentuk sistem jaminan sosial atau social security.
Jaminan sosial, kata dia, sudah berjalan di negara-negara maju. Jaminan sosial itu meliputii program jaminan kesehatan, tunjangan hari tua, tunjangan tenaga kerja dan bahkan tunjangan pengangguran.
“Kalau di Indonesia kan kita baru mulai. Jadi masih banyak bolongnya. Terutama dalam hal sistem jaminan sosial nasional yang sekarang kita baru mulai ini, dari BPJS, apakah itu dari BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan itu masih belum se-established di negara maju,” katanya.
“Jadi itu yang dilakukan di banyak negara untuk menyempitkan kesenjangan antara yang paling kaya dan yang paling miskin,” dia menegaskan.
Menurut Kepala BPS, Suryamin, indeks gini 0,0 menunjukkan pemerataan sempurna. Sedangkan indeks gini 1,0 menunjukkan ketimpangan sempurna. Ada pun indeks gini 0,3-0,5 dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang. Sementara lebih dari 0,5 merupakan ketimpangan tinggi.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...