Kecewa Soal Keputusan Suriah dan Palestina, Arab Saudi Tidak Berpidato di PBB
RIYADH, SATUHARAPAN.COM – Pemeritah Arab Saudi kecewa dengan kelambanan dunia internasional dalam merespon s krisis Suriah dan Palestina, sehingga membatalkan menyampaikan pidato pada sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Hal itu adalah tindakan pertama dilakukan negara itu, kata satu sumber diplomatik di sana .
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Saud al-Faisal, sebenarnya dijadwalkan untuk menyampaikan pidato pada sidang Majelis Umum pada Selasa (1/10) sore di New York. Namun pidato itu diurungkan.
Hal ini adalah hal yang pertama kali dilakukan bagi Negara eksportir utama minyak dunia dan tempat kelahiran Islam ini. Sumber diplomat mengatakan bahwa keputusan itu merupakan pernyataan atas ketidak-puasan terhadap PBB.
"Keputusan Arab Saudi ... mencerminkan ketidakpuasan kerajaan tersebut pada posisi PBB tentang isu-isu Arab dan Islam, khususnya masalah Palestina, di mana PBB belum mampu memecahkan masalah ini di lebih dari 60 tahun, serta krisis Suriah," kata sumber itu.
Arab Saudi adalah salah satu pendukung utama kelompok pemberontak yang berjuang melawan Presiden Suriah, Bashar Al- Assad, dalam perang saudara yang telah menewaskan lebih dari 100.000 orang dalam dua setengah tahun ini.
DIa telah berulang kali menyerukan masyarakat internasional untuk campur tangan atas nama pemberontak, dengan memberikan dengan senjata. Juga mengatakan bahwa Al-Assad harus digulingkan karena pasukan pemerintah Suriah telah membombardir daerah masyarakat sipil.
Arab Saudi berharap bahwa serangan senjata kimia di pinggiran kota Damaskus pada bulan Agustus akan mendorong sekutunya, termasuk Amerika Serikat, untuk mengebom pasukan yang setia kepada Al-Assad, kata diplomat itu.
Ketika Washington menyetujui rencana Rusia untuk mencegah serangan militer dengan memusnahkan senjata kimia Suriah, Arab Saudi mengatakan bahwa langkah tersebut tidak mengatasi masalah yang lebih luas untuk mencegah pembunuhan warga sipil dalam perang.
Selain itu, pemerintah Riyadh mendukung kemerdekaan Palestina dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Pada tahun 2001 negara ini mendorong gagasan rencana perdamaian Arab-Israel di mana negara-negara Arab akan membuat perdamaian dengan Israel jika Negara itu mundur ke perbatasan yang berlaku sebelum perang tahun 1967. (ahram.org.eg)
Joe Biden Angkat Isu Sandera AS di Gaza Selama Pertemuan Den...
WASHIGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengangkat isu sandera Amerika ya...