Kegagalan Pembicaraan Damai Suriah, Para Pihak Saling Menyalahkan
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM - Para pihak yang bertikai dalam perang saudara di Suriah saling menyalahkan atas gagalnya pembicaraan damai di Jenewa akhir perkan lalu yang berakhir tanpa kemajuan dan hanya ada kesepakatan untuk mengadakan pertemuan lagi.
Menteri luar negeri Suriah, Walid Al-Muallem, mengatakan pada hari Minggu (16/2) bahwa Amerika Serikat yang mendukung oposisi Suriah mencoba untuk "menciptakan iklim yang sangat negatif bagi dialog di Jenewa".
Sementara Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, sebaliknya menyalahkan rezim Bashar Al-Assad, dan mengatakan, "Kita semua harus setuju bahwa rezim Assad telah menjadi penghalang yang lebih berat bagi kemajuan (dialog).”
Dia mengatakan bahwa rezim Suriah sebagai penghambat dan penyebab kegagalan, sedangkan oposisi mengajukan rencana yang layak untuk sebuah pemerintahan transisi di Damaskus.
Sebuah pemerintah transisi adalah titik kunci dari Komunike Jenewa I yang telah diajukan pada pembicaraan sebelumnya di Jenewa.
Sedangkan rezim Suriah belum sepakat untuk mengakui komunike, dan menentang setiap rencana yang akan menggulingkan Al-Assad dari kursi kepresidenan. Oposisi, yang dipimpin oleh Koalisi Nasional Suriah, menuntut agar Al-Assad mundur.
Komentar Kerry dan Muallem muncul setelah menteri luar negeri Inggris, William Hague, mengatakan pada hari Sabtu bahwa "tanggung jawab terletak tepat dengan rezim Assad", dan bahwa situasi itu merupakan "kemunduran serius dalam mencari perdamaian di Suriah".
Presiden Prancis, Laurent Fabius, juga menyalahkan kegagalan pembicaraan pada Damaskus. Rezim menghalangi kemajuan dalam membentuk suatu pemerintahan transisi dan meningkatkan kekerasan dan aksi teror terhadap penduduk sipil, kata Fabius.
Minta Maaf
Lakhdar Brahimi, mediator dari Wakil Khusus Gabungan PBB–Liga Arab, yang memimpin pembicaraan, meminta maaf kepada rakyat Suriah karena kedua belah pihak meninggalkan Jenewa tanpa menyetujui rencana tanggal untuk pembicaraan lebih lanjut.
Brahimi meminta maaf, karena berharap setidaknya ada kesepakatan untuk mengatasi krisis, seperti di kota Homs. "Saya meminta maaf kepada mereka bahwa pada dua putaran ini kita tidak banyak membantu mereka," kata Brahimi.
Sementara menurut laporan Al Jazeera dari kamp pengungsi Arsal di Lebanon, warga di sana marah dan frustrasi teraba, rakyat merasa semakin putus asa.
"Seorang pria di kamp bertanya, mengapa mereka hanya berbicara ketika orang sekarat? Mereka seharusnya menyingkirkan tank dari jalanan, meletakkan senjata mereka, dan kemudian pindah ke solusi politik,” kata dia.
Komentar yang lain: "Orang-orang yang diperlakukan seperti binatang, mereka berpikir tidak ada yang peduli. Mereka pikir itu semua adalah tentang uang," kata dia.
Evakuasi Dihentikan
Sementara itu, kantor berita AFP melaporkan bahwa evakuasi warga sipil dari kota Homs telah dihentikan. Hal itu akibat tidak ada upaya baru untuk memperpanjang gencatan senjata. Gubernur di sana mengatakan pada hari Minggu (16/2) bahwa kelompok bersenjata mencegat operasi sehari sebelumnya.
Dalam sebuah pernyataan, Gubernur Barazi Talal mengatakan, "Evakuasi warga sipil tidak dilakukan kemarin (Sabtu), karena beberapa kelompok bersenjata mencegah warga bergerak ke titik transit untuk meninggalkan kota.”
"Provinsi ini akan melanjutkan upaya dengan PBB untuk mengevakuasi semua orang yang ingin pergi," kata dia menambahkan.
PBB dan Bulan Sabit Merah Suriah mulai beroperasi untuk mengevakuasi warga sipil yang terperangkap, dan memberikan bantuan bagi warga di bagian kota yang terkepung di Homs pada tanggal 7 Februari.
Pekerjaan itu dimungkinkan oleh kesepakatan yang termasuk gencatan senjata yang diperpanjang dua kali, tetapi berakhir pada hari Sabtu malam dengan tidak ada kesepakatan untuk memperpanjang lebih lanju .
PBB dan Bulan Sabit Merah Suriah mengevakuasi sekitar 1.400 dari 3.000 orangyang diperkirakan terjebak di Homs selama lebih dari 18 bulan oleh pengepungan pemerintah.
Pekerja Bulan Sabit Merah Arab menurunkan bantuan dari sebuah truk dui wilayah Suriah yang dikuasai pemberontak di Homs, pada 12 Februari 2014. Namun sekitar 400 pria berusia 15-55 tahun ditahan oleh pihak berwenang untuk penyelidikan setelah meninggalkan.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...