Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 17:54 WIB | Selasa, 27 Oktober 2015

Kekerasan Atas Nama Allah, Melawan Allah

Konferensi Internasional di Athena, Yunani untuk membangun dialog mendalam antar agama. (Foto: WCC/Nikos Kosmidis)

ATHENA, SATUHARAPAN.COM –  Kekerasan atas nama Allah dan agama adalah suatu pelanggaran terhadap Allah. Penyebab kekerasan dipahami selain oleh faktor politik, ekonomi, ideologi, tetapi juga agama ikut bertanggung jawab dalam berkembang dan menguatnya ekstremisme agama dan fundamentalisme.

Hal itu terungkap dalam pertemuan 70 tokoh agama di Athena, Yunani, atas undangan Menteri Luar Negeri Yunani, Nikos Kotzias. Pertemuan berlangsung 18 -20 Oktober lalu dan dihadiri tokoh Muslim, Yahudi dan Kristen dari Timur Tengah, serta tokoh politik internasional, akademisi dan tokoh masyarakat sipil.

Menurut situs Dewan Gereja Dunia (DGD) pertemuan berlangsung dalam semangat pemahaman antaragama dan saling menghormati. Peserta membahas isu tentang kekerasan yang meningkat di Timur Tengah, penganiayaan terhadap penganut agama minoritas, pengungsi dan krisis kemanusiaan, penghancuran warisan budaya yang berharga bagi dunia dan tanggung jawab masyarakat internasional untuk perlindungan hak asasi manusia.

Tema pertemuan adalah "Agama dan Budaya Pluralisme, dan hidup berdampingan secara damai di Timur Tengah.’’ Peserta berbagi pengalaman tentang tradisi multiagama dan multibudaya dalam sejarah panjang di kawasan itu. Mereka juga menekankan aspek moral, spiritual dan kitab suci dari tiga agama monoteistik yang menghormati keragaman agama dan budaya.

Para delegasi yang berbeda menggarisbawahi bahwa kekerasan atas nama Allah dan agama adalah pelanggaran terhadap Allah.

Serangan NIIS

Delegasi dari Suriah dan Irak berbagi cerita penderitaan yang sedang berlangsung, tragedi dan trauma dalam memori kolektif mereka yang menghambat rekonsiliasi antara komunitas etnis dan agama yang berbeda, terutama antara kelompok mayoritas dan minoritas.

Uskup Agung Mor Nikodemus Daoud Sharaf untuk Mosul dan sekitarnya, menggambarkan serangan terhadap gereja di Mosul di mana tetangga dan orang-orang yang menerima bantuan pastoral di masa lalu, ikut juga terlibat. Dia mengungkapkan perjuangannya untuk menemukan keberanian bisa kembali dan membangun masa depan dengan koeksistensi damai.

Mereka mengungkapkan pengalaman orang Kristen, Yazidi, Shabaaks dan lainnya, termasuk Muslim, dalam menghadapi penganiayaan di bawah serangan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Peserta sepakat bahwa penting bagi komunitas agama yang berbeda untuk berjuang bersama menyembuhkan luka akibat kekerasan.

Koeksistensi

Uskup Agung Anastasios dari Tirana,Albania, dan mantan Presiden Dewan Gereja Dunia (WCC), dalam sambutannya mengatakan bahwa unsur yang umum dari agama Abraham adalah "mencari kedamaian batin, penertiban agresi, prinsip-prinsip yang memfasilitasi secara damai koeksistensi pada setiap kelompok sosial tertentu, hubungan damai dengan Realitas Tertinggi, dengan Tuhan, dan keinginan untuk menjaga perdamaian dengan semua umat manusia."

Dia mendorong semua pelayanan agama untuk "menumbuhkan teologi damai dan antropologi" yang berdasarkan tradisi iman mereka sendiri yang kaya. Dia juga mengingatkan bahwa perdamaian dapat dicapai hanya melalui keadilan, dan dengan demikian para pemimpin politik dan agama bertanggung jawab untuk secara efektif  mengatasi semua situasi yang berbeda dan ketidakadilan.

Perdamaian Inklusif

Sementara itu Sekjen DGD, Pdt Dr Olav Fykse Tveit, menyoroti peran komunitas internasional dalam melindungi keanekaragaman dalam masyarakat yang berbeda di Timur Tengah. Juga melindungi martabat, kebebasan, keadilan, partisipasi dalam ranah publik dan hak-hak semua warga negara tanpa memandang keyakinan agama.

Kebutuhan ini harus dilakukan bukan dengan "dengan tindakan dan intervensi militer, melainkan melalui proses perdamaian yang inklusif dan lamaiah. Hal itu harus mengarah pada pembangunan pondasi sosial dan politik baru yang menanggapi aspirasi baru dari generasi muda".

Menlu Yunani, Kotzias menyampaikan apresiasi atas kontribusi peserta dan nilai-nilai yang disepakati bersamauntuk koeksistensi damai dari agama dan keyakinan yang berbeda, terutama dalam mengatasi pemaksaan satu pandangan terhadap yang lain.

Menurut Kotzias, hal ini tantangan agama menghadapi kekerasan oleh pihak yang "menganggap diri sebagai utusan eksklusif Allah untuk umat manusia; aneh, karena terkait hak untuk memutuskan siapa yang boleh hidup dan yang mati".

Jadi, kata dia, sangat penting melindungi hak asasi manusia dan sosial orang-orang yang menderita penganiayaan karena pilihan mereka. Disebutkan penting bagi Uni Eropa dan Dunia Barat mengambil langkah dalam melindungi budaya dan pluralitas agama.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home