Kekerasan di Afrika Tengah, 70 Muslim Meninggal
BANGUI, SATUHARAPAN.COM – Milisi Anti Balaka membunuh sedikitnya 70 orang di wilayah terpencil di barat daya Republik Afrika Tengah (CAR). Mereka memaksa sekelompok warga Muslim berbaring di tanah dan menembak mereka satu per satu. Demikian diungkapkan saksi mata, hari Senin (24/2).
Sementara itu, dua penjaga perdamaian Afrika meninggal dalam pertempuran melawan milisi pada akhir pekan di ibu kota, tempat bentrokan terbaru meletus pada Senin, kata seorang komandan dari pasukan internasional.
Dua penjaga perdamaian Chad dan dua pejuang dari milisi anti-Balaka meninggal dalam pertempuran hari Minggu (23/2), kata Martin Tumenta, kepala operasi militer dari pasukan MISCA di Afrika, kepada kantor berita AFP.
Para milisi, yang dikenal sebagai anti Balaka yang didominadi dari umat Kristen membunuh umat Islam di desa Guen awal bulan ini, kata seorang imam Katolik, Rigobert Dolongo yang membantu menguburkan jenazah. Kepada kantor berita Associated Press, dia juga menyebutkan setidaknya 27 orang meninggal pada hari pertama serangan, dan 43 lainnya meninggal pada hari kedua.
Ibrahim Aboubakar (22 tahun) mengatakan bahwa anti Balaka menyerbu Guen dan membunuh dua kakaknya setelah mereka mendengar berbicara dalam bahasa Arab.
"Hari itu mereka mengumpulkan puluhan orang dan memaksa mereka semua untuk berbaring di tanah. Kemudian mereka menembak mereka satu per satu," kata dia di tempat perlindungan di sebuah gereja Katolik di Carnot, sekitar 100 kilometer dari Guen. Di tempat itu terdapat sekitar 800 orang yang mencari perlindungan dari serangan.
Setidaknya dua keluarga selamat dari serangan dan berlindung di gereja, termasuk Gisma Ahmed, yang sekarang menjadi janda dengan dua anak. Suaminya ditembak ketika melarikan diri. Dia menangis ketika ditanyai tentang penyerangan.
Sekarang ratusan Muslim Guen bersembunyi di gereja Katolik di kota itu atau di rumah imam Ibrahim. Warga Muslim yang masih ada di Guen mengimbau melalui telepon agar pasukan penjaga perdamaian Afrika di Carnot untuk menyelamatkan mereka , menurut dua warga Muslim yang bersikeras namanya tidak disebut karena mereka takut atas hidup mereka .
Mereka juga menegaskan bahwa milisi anti Balaka bersenjata masih menguasai desa hingga hari Selasa ini. Komandan lokal untuk misi penjaga perdamaian mengatakan dia membutuhkan izin dari atasannya di ibu kota Bangui untuk pergi ke Guen.
Berita pembantaian berlangsung hampir tiga bulan setelah krisis politik Republik Afrika Tengah meletus menjadi kekerasan antara komunitas Kristen dan Muslim di negara itu. Lebih dari 1.000 orang meninggal di Bangui saja dalam hitungan hari.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...