Kekerasan terhadap Perempuan Indonesia Capai 293 Ribu Kasus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyusun Catatan Tahunan (Catahu) untuk memberikan gambaran tentang jumlah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di Indonesia setiap tahunnya. Berdasarkan laporan Catahu, pada 2014, jumlah KtP di Indonesia mencapai 293.220 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menempati porsi paling besar, yakni mencapai 96 persen atau sebanyak 280.710 kasus.
Hal tersebut disampaikan Komnas Perempuan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Senin (16/3). Adapun 13 komisioner Komnas Perempuan hadir pada saat itu untuk menyampaikan sejumlah catatan penting dan pencapaian yang telah dilakukan Komnas Perempuan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi mengundang Sekretaris Kabinet, Andi Widjojanto dan Jaleswari Pramodhawardani, serta sejumlah menteri terkait, seperti Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, untuk menindaklanjuti hasil yang telah disampaikan oleh Komnas Perempuan kepada Presiden.
Kondisi tingginya angka KtP di Indonesia ini sangat memprihatinkan. Padahal, Komnas Perempuan telah berupaya membangun pengetahuan kepada masyarakat tentang KtP, sehingga korban memiliki pemahaman dan keberanian untuk mengungkapkan KtP. Kondisi ini juga belum diikuti dengan jumlah Woman's Crisis Centre atau lembaga pengadalayanan yang semakin banyak untuk menangani persoalan KtP di berbagai wilayah di Indonesia dan memfasilitasi proses pemulihan bagi perempuan korban kekerasan.
Selain membicarakan tentang angka KtP, Komnas Perempuan juga melaporkan sejumlah masalah lainnya, seperti tindak lanjut implementasi Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua yang saat ini masih di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), penghapusan 365 peraturan daerah yang diskriminatif, dan mekanisme pemulihan perempuan korban kekerasan. Selain itu, dibahas pula beberapa RUU untuk segera disahkan Presiden, antara lain RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU PRT (Pekerja Rumah Tangga), ratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional PBB (International Labour Organization/ILO) 189 tentang kerja layak bagi PRT, dan revisi UU PPILN (Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri).
Hal lainnya yang disampaikan Komnas Perempuan kepada Presiden Jokowi adalah laporan tentang advokasi peristiwa Mei 1998. Komnas Perempuan telah berhasil melakukan kesepakatan dengan Walikota Solo terkait memorialisasi atas Tragedi Mei 1998. Demikian pula dengan peletakan batu pertama Prasasti Mei 1998 di makam massal korban, TPU Pondok Rangon, yang didukung oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Komnas Perempuan juga meminta presiden untuk memperbanyak sarana atau akses yang mudah bagi pelaporan korban dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan.
Terakhir, hal krusial lainnya yang disampaikan adalah mengenai penguatan kelembagaan Komnas Perempuan. Komnas Perempuan merupakan satu dari tiga lembaga HAM Nasional. Dua lembaga HAM Nasional lainnya adalah Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Namun, selama ini, Komnas Perempuan hanya mendapatkan anggaran sebesar hampir 10 milyar rupiah per tahun. Jumlah ini hanya sekitar 5 persen dari anggaran yang diberikan kepada Komnas HAM. (komnasperempuan.or.id/PR)
Editor : Bayu Probo
Bryan Amadeus Chandra, Sosok yang Cerdas dan Senang Menolong...
Jakarta, Satuharapan.com, Bryan Amadeus Chandra atau yang akrab dipanggil Bryan merupakan salah...