Keluarga Ingin Hidupkan Nilai Gus Dur Lewat Rumah Pergerakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Keluarga Presiden keempat Republik Indonesia, Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur), meresmikan Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, di Jalan Taman Amir Hamzah Nomor 8, Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hari Minggu (24/1).
Menurut putri bungsu mendiang Gus Dur, Alissa Wahid, tujuan menjadikan rumah yang sebenarnya milik ayah mendiang Gus Dur, Kiai Haji Wahid Hasyim, sebagai Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, adalah untuk menghidupkan kembali nilai-nilai yang pernah diajarkan Gus Dur. Sebab, rumah tersebut telah menjadi saksi bisu lahirnya berbagai macam gagasan dan peristiwa penting perjalanan bangsa Indonesia.
"Rumah ini menjadi saksi bisu berbagai macam gagasan, dan peristiwa penting dalam sejarah bangsa," kata Allisa saat memberikan kata sambutan dalam acara Peresmian Rumah Pergerakan 'Griya Gus Dur Jakarta' di Jalan Taman Amir Hamzah Nomor 8, Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hari Minggu (24/1).
Selanjutnya, menurut dia, visi dan misi perjuangan Gus Dur semakin relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Berbagai tantangan yang tengah dihadapi juga menunjukkan bahwa nilai-nilai dan ajaran Gus Dur harus diperjuangkan.
“Kita mau rumah ini dapat kembali menjadi tempat konsolidasi bersama, siapapun bisa datang ke rumah ini untuk mewujudnyatakan nilai Gus Dur. Kita akan hidupkan apa yang dulu pernah dihidupkan Gus Dur,” ujar Alissa.
Gus Dur Patut Dikenang
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, yang turut hadir dalam acara itu kepada wartawan mengatakan Gus Dur merupakan tokoh yang patut dikenang. Pemikiran Gus Dur patut diingat oleh masyarakat Indonesia, terutama pemikiran politik serta keterlibatan Gus Dur dalam pluralisme.
"(Gus Dur) tokoh besar yang memberikan kita warna terhadap Indonesia. Bagaimana hidup berdemokrasi, tetap menghargai perbedaan. Saya kira itu hal-hal yang perlu dikenang," ujar Luhut.
Luhut mencontohkan suatu perubahan yang dilakukan oleh Gus Dur untuk Indonesia, yakni masyarakat Tionghoa Indonesia mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada tahun 2000, ketika Presiden Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, kemudian Gus Dur menindaklanjutinyadengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000. Kemudian, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
“Dulu, teman-teman Tionghoa tidak bisa merayakan hari imlek, tapi sekarang jadi hari libur nasional," kata luhut.
Luhut menilai apa yang menjadi pemikiran Gus Dur membawa demokrasi Indonesia maju. Masyarakat bisa belajar mengenal demokrasi tanpa perbedaan," Saya kira kepemimpinan beliau selama dua tahun, banyak sekali warna," kata Luhut.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...