Keluarganya Bertemu Jokowi, Djoko Tjandra Mengakui Kekayaannya di PNG
PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM - Kehadiran kerabat Djoko Tjandra pada jamuan makan malam untuk Presiden Joko Widodo di Port Moresby, Papua Nugini (PNG) menjadi berita yang mengejutkan. Kompas memberitakan, adik buronan kasus Bank Bali itu bersama seorang kerabatnya, menemui Presiden Joko Widodo di tengah jamuan malam kenegaraan bersama Perdana Menteri PNG, Peter Charles Paire 0'Neill di Gedung Parlemen, Port Moresby, Senin (11/5).
Kompas memberitakan kerabat Djoko Tjandra beberapa kali menghampiri meja Presiden. Hingga Senin malam Kompas belum berhasil memperoleh konfirmasi dari pejabat Indonesia terkait kehadiran adik dan kerabat Djoko Tjandra tersebut. Seorang pejabat Kemenlu, sebagaimana dikutip Kompas, mengatakan, kalau tamu itu diundang oleh PM PNG, boleh-boleh saja menemui Presiden, asal tidak terlalu lama.
Sementara itu Papua New Guinea Today melaporkan bahwa ada kemungkinan Joko Widodo akan membicaraan tentang kewarganegaraan Djoko Tjandra di PNG, sementara Djoko Tjandra sendiri sudah divonis penjara dua tahun di Indonesia secara absensia. Indonesia telah berupaya melakukan deportasi terhadap Djoko Tjandra.
Di PNG, Djoko Tjandra memang terkenal memiliki hubungan dekat dengan berbagai pejabat bahkan menteri. Itu tidak terlepas dari investasinya yang meraksasa di negara itu. Tidak mengherankan jika Djoko Tjandra tetap percaya diri menjalankan bisnis di negeri itu walaupun sorotan terhadap dirinya muncul dari publik PNG sendiri.
Diantara proyeknya yang tengah dia rencanakan adalah sebuah gedung pencakar langit senilai US$ 360 juta di Port Moresby. Dalam wawancara khusus dengan media PNG, Post Courier April tahun lalu, Djoko Tjandra menegaskan bahwa proyek itu tetap akan dilanjutkan walaupun Komisi Ombudsman PNG meminta pemerintah menghentikan pembangunannya.
Djoko Tjandra yang di PNG lebih dikenal dengan nama Joe Chan, juga berada di belakang Lands Central Ltd yang mengusulkan untuk membangun dan mengelola kompleks perkantoran 32 lantai di Waigani.
Menurut Post Courier, Joe Chan selalu kembali ke Port Moresby setelah bepergian mengendalikan bisnisnya di negara-negara Asia dengan jet pribadinya.
Media tersebut menegaskan bahwa Joe Chan memiliki hubungan yang kuat dengan beberapa menteri kabinet PNG, anggota parlemen dan pemimpin departemen pemerintah. Ia juga menjalin kemitraan dengan perusahaan kina besar lainnya di PNG.
Kepada Post-Courier, media pertama yang ia layani untuk sebuah wawancara khusus, Joe Chan mengatakan walaupun ia telah berhasil melakukan bisnis di seluruh Asia, sebagian besar kekayaannya berada di PNG.
Dia mengatakan dirinya sudah berbisnis di PNG sejak tahun 1972, dan sudah mendirikan usaha di sana sejak kemerdekaan negara itu. Ia "bukan orang asing di negara itu" dan telah menjadi bagian dari perubahan wajah PNG, melalui bisnis keluarganya.
"Saya bukan anak kemarin sore. Saya datang ke PNG pada tahun 1972 dan saya telah berbisnis di PNG sejak itu," kata dia.
Dia mengklaim dirinya bukan buron dan namanya sudah dibersihkan di Indonesia.
"Saya warga negara PNG. Saya bukan orang jahat. Saya seorang pria tidak berbahaya dan seperti pengusaha PNG lainnya, saya layak untuk diperlakukan dengan cara yang sama," kata dia.
Ketika ditanya apa yang akan terjadi dengan Indonesia yang memperjuangkan deportasinya, ia berkata: "Saya di PNG. Saya seorang PNG. Saya melakukan perjalanan masuk dan keluar dari Singapura dan PNG tanpa masalah".
Ia menegaskan bahwa rencananya untuk membangun pabrik kina bernilai jutaan dolar dan gedung perkantoran pemerintah akan tetap berlanjut. Juga gedung berlantai 50 akan dibangun di Ela Beach serta sebuah proyek beras di Provinsi Tengah yang terdaftar di bawah nama Naima Group yang akan diluncurkan segera.
Central Lands Ltd sendiri menempati lantai dasar Kantor Pemerintah Pusat dan memiliki izin dari Departemen Manajemen Personalia, menurut Chan. Selama wawancara, ia menegaskan bahwa proyek di Waigani itu akan mempekerjakan hingga 1.500 pekerja dan proyek di Ela Beach 2000-2500 pekerja.
Kepala Urusan Imigrasi PNG, Mataio Rabura, belum lama ini mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah menyetujui aplikasi untuk Kartu Perjalanan Bisnis APEC terhadap pemegang paspor PNG bernomor B330971 yang tidak lain adalah Djoko Tjandra.
Rabura menambahkan Djoko Tjandra diberikan sebuah paspor baru PNG karena perjalanannya yang sering ke luar negeri dan paspor lamanya telah kehabisan halaman.
Editor : Eben Ezer Siadari
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...