Kemampuan Menyusun Kata Perlu Diajarkan Sejak PAUD
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) Irma Ardiana menyatakan bahwa selain matematika, kemampuan menyusun kata juga penting diajarkan ketika anak menginjak usia pendidikan anak usia dini (PAUD).
"Masalahnya kan tidak hanya matematika, yang penting juga bahasa. Mereka sudah mampu bicara misal berapa kata di bulan berapa, lalu mereka sudah bisa mengatakan berapa kalimat, berapa kata dalam kalimat, bukan kata-kata yang tidak menyusun kalimat, melainkan kata-kata yang membentuk kalimat," katanya dalam temu media di Kantor BKKBN, Jakarta, Rabu (13/11).
Ia menjelaskan, numerasi dan literasi sudah menjadi salah satu tahapan yang dipantau dalam kartu perkembangan anak.
"Jadi kalau kita lihat di kartu perkembangan anak sebenarnya literasi, numerasi sebagai salah satu tahapan atau milestone perkembangan itu sudah ada dan sebenarnya sudah diperkenalkan," ucapnya.
Kemendukbangga juga telah memiliki produk Bina Keluarga Balita (BKB) kit stunting, yang di dalamnya sudah terdapat paket pengasuhan menjadi orang tua hebat dan berbagai panduan mengasuh anak.
"Dalam BKB kit stunting itu ada angka dan ada huruf, itu harus sudah ditanyakan (oleh kader posyandu) apakah si anak sudah mampu menyebutkan berapa rangkai kata di usia tertentu, jadi tidak hanya matematikanya," ujar Irma.
Sementara itu, Koordinator Koalisi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) Mega Indrawati menyatakan tidak ada yang salah dalam pengajaran pra-numerasi dan pra-literasi sejak usia PAUD, tetapi selama ini cara yang dilakukan masih salah.
"Hanya caranya yang selama ini mungkin salah karena cenderung fokus pada teknik drilling (latihan berulang-ulang untuk memicu daya ingat), padahal di usia itu, early learning opportunity atau kesempatan belajar sejak awal mestinya dilakukan sambil bermain," katanya.
Mega menyebutkan, pembelajaran sambil bermain di usia PAUD sudah ada dalam materi pengasuhan yang responsif, yakni bagaimana orang tua bisa memberikan stimulasi terkait kognitif, bahasa, sosial, dan pembentukan karakter, tidak hanya matematika dan literasi saja.
"Bahkan di luar negeri, itu menjadi konten yang paling terakhir kalau bicara literasi dan numerasi, lebih fokus di awal-awal itu pembentukan karakter," ujar dia.
Ia juga mengapresiasi kebijakan pencanangan wajib belajar 13 tahun, meski Indonesia termasuk sedikit terlambat jika dibandingkan dengan negara lain.
"Usia pra-sekolah akan dicanangkan di tahun depan menjadi wajib belajar, bahkan di Bangladesh itu sudah sejak 2015. Memang kita ukuran negaranya besar, pasti banyak yang perlu dipersiapkan," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti telah memperkenalkan metode belajar matematika untuk siswa pendidikan anak usia dini (PAUD) saat menyambangi TK Angkasa Sri Mulyono Herlambang Palembang, Sumatera Selatan pada Jumat (1/11).
"Selama ini banyak masyarakat memahami 'masih kecil diajarin hitung-hitungan, tambah pusing' tapi saya praktikkan dan mengenalkan konsep-konsep matematika dengan bermain karena prinsip pendidikan di TK adalah bermain sambil belajar," katanya.
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...