Kemarau Parah, Afrika Selatan Impor Jagung
JOHANNESBURG, SATUHARAPAN.COM - Afrika Selatan yang dilanda kemarau, pada Jumat (15/1) akan mengimpor enam juta ton jagung, setengah dari rata-rata panen tahunan, setelah musim kemarau terparah dalam 100 tahun terakhir.
“Jika negara ingin bertahan hingga melewati Mei tahun ini kami harus mengimpor lima hingga enam juta ton (jagung),” demikian diumumkan Menteri Pertanian Senzeni Zokwana seperti diberitakan AFP
Para petani Afrika Selatan menghasilkan rata-rata 12 juta ton gandum per tahun, namun bisa memanen sebanyak 14 juta ton saat musim bagus.
Pernyataan menteri itu muncul, sehari setelah departemen layanan meteorologi negara itu menyatakan 2015 sebagai tahun kemarau terparah dalam 112 tahun terakhir.
Kemarau parah itu disebabkan fenomena cuaca El Nino, yang juga mempengaruhi mayoritas negara di kawasan tersebut, yang sebagian sangat bergantung pada Afrika Selatan untuk impor pangan.
Para ahli internasional mengatakan fenomena El Nino selama 2015-16 merupakan fenomena cuaca terkuat sejak 1997-98.
Afrika Selatan saat ini sedang dalam cengkeraman kekeringan terburuk dalam 23 tahun sebagai akibat dari pola cuaca El Nino.
Sebagian besar wilayah negara itu menerima curah hujan di bawah normal ditambah dengan suhu tinggi selama bagian akhir dari musim 2014/15 musim panas, menurut Zokwana.
Departemen Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (DAFF) telah menyumbangkan 305.300.000 rand (sekitar 18,5 juta dolar AS atau Rp 2,5 triliun) terhadap bantuan kekeringan.
Selain itu, DAFF, bersama-sama dengan Departemen Pembangunan Pedesaan dan Reformasi Tanah, telah berkomitmen sekitar 66.400.000 rand di Tanah Program Peduli 2015/2016.
Perawatan tanah adalah pendekatan berbasis masyarakat dan pemerintah didukung dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam pertanian.
“Pemerintah melakukan intervensi dengan membantu para petani ternak untuk pengadaan pakan ternak dan pengeboran sumber air baru untuk persediaan air ternak, kata Zokwana, dikutip dari xinhuanet.com.
Dia mengatakan DAFF, Dinas Tata Koperasi dan Urusan Tradisional telah membuat permintaan kepada Departemen Keuangan Nasional, dana tambahan untuk lebih membantu para petani menangani bencana kekeringan saat ini.
Kekeringan telah mencapai titik krisis. Tingkat permukaan air bendungan turun di semua provinsi, 57 persen dari kapasitas pada pekan lalu, dibandingkan dengan 82 persen untuk waktu yang sama tahun lalu.
Pihak oposisi menyatakan itu merupakan krisis ekonomi dan kemanusiaan, ancaman bahaya dalam ketahanan pangan dan mata pencaharian di sektor pertanian.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...