Kematian di Afrika Tengah Meningkat Jadi 70 dalam Empat Hari
BANGUI, SATUHARAPAN.COM - Jumlah korban tewas di Republik Afrika Tengah, meningkat menjadi hampir 70 hanya dalam waktu empat hari, kata petugas penjaga perdamaian, Kamis (26/6), menyusul gelombang kekerasan sektarian di negara yang dilanda krisis itu.
Kematian semua terjadi sejak Senin (23/6), dekat kota pusat Bambari, yang telah melihat serangkaian bentrokan berdarah, antara kelompok Muslim terutama mantan gerilyawan Seleka dan milisi Kristen.
"Hampir 70 orang telah tewas sejak Senin (23/6), dalam kekerasan di Bambari dan desa terdekat, setidaknya seratus orang terluka dan sekitar 150 rumah dibakar," kata anggota pasukan penjaga perdamaian Afrika MISCA kepada AFP, yang meminta tak disebut namanya.
"Jumlah korban tewas masih sementara, karena kami belum mampu mengakses semua daerah," tambahnya.
Awal pekan ini, petugas yang sama mengatakan, bahwa banyak dari mereka yang telah tewas ditembak, atau ditikam sampai mati, dan bahwa bentrokan "tampaknya serangan terkoordinasi oleh kelompok bersenjata," baik dari milisi Kristen maupun Muslim.
Daerah ini telah melihat lonjakan kekerasan sejak pembunuhan 17 Muslim di kamp di wilayah tersebut, Senin (23/6) , oleh orang-orang bersenjata yang mengaku dari yang sebagian besar milisi Kristen yang disebut anti-Balaka.
Seorang juru bicara milisi itu menyangkal, bahwa mereka berada di balik serangan itu, namun pembantaian menyebabkan pecahnya saling balas kekerasan dan menyebabkan banyak warga sipil meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan.
Di Bangui, beberapa penduduk Kamis (26/6) menyerukan, untuk berkabung jangka waktu tiga hari untuk para korban.
"Saya akan melakukannya, dan akan meletakkan sepotong kain hitam di baju saya. Tidak dapat diterima bahwa pihak berwenang tidak bereaksi terhadap apa yang terjadi di Bambari, orang yang tidak bersalah dibantai," kata warga setempat Louis Ngakossi, yang saat ini di ibu kota Bangui.
Negara itu, telah mengalami lebih dari satu tahun kerusuhan sejak Seleka merebut kekuasaan dalam kudeta Maret 2013, memasang pemimpin mereka sebagai presiden sampai dia mengundurkan diri Januari lalu, memberikan jalan untuk rezim transisi.
Gerilyawan bersenjata ex-Seleka dari komunitas Muslim dan milisi Kristen, telah dituduh menyebabkan ribuan kematian, dengan kekerasan yang mengarah pada sebanyak seperempat dari penduduk yang mengungsi. (AFP/Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...