Kemelut Politik Gambia, Yahya Jammeh Akhirnya Mundur
DAKAR, SATUHARAPAN.COM - Dua hari setelah presiden baru Gambia dilantik, presiden lama yang sebelumnya tak mau menyerahkan kekuasaan akhirnya bersedia mengundurkan diri lewat sebuah pengumuman yang disiarkan di televisi.
"Saya benar-benar dan sungguh-sungguh bangga melayani Anda," kata presiden yang kalah itu, Yahya Jammeh, lewat pidato yang muram.
Belum jelas kapan ia akan benar-benar mundur dan kemana akan pergi.
Namun pengumuman itu diharapkan mengakhiri ketegangan di negara Afrika Barat itu, seiring dengan masuknya kendaraan militer asing melewati perbatasan. Presiden Guinea dan Presiden Mauritania turun tangan untuk membujuk Jammeh agar mundur demi memberi jalan bagi presiden baru terpilih, Adama Barrow.
Karena khawatir akan keselamatannya sendiri di dalam negeri Gambia, Barrow dilantik pada hari Kamis di negara tetangga Senegal, karena Jammeh menolak untuk mengosongkan istana negara.
Barrow adalah satu di antara 45.000 orang yang melarikan diri dari Gambia seiring dengan kebuntuan selama berlarut-larut peralihan kepresidenan. PBB memperingatkan krisis kemanusiaan di sepanjang perbatasan dengan Senegal, di mana banyak orang menjejalkan diri ke rumah yang menampung mereka dan makanan hampir habis.
Mayoritas dari mereka yang mencari perlindungan adalah anak-anak yang melarikan diri dengan keluarga mereka, menurut pernyataan pada hari Jumat dari PBB, yang berencana untuk memulai pengiriman makanan segera.
"Beberapa hari berikutnya akan sangat penting dan lebih banyak orang bisa saja meninggalkan negara itu jika situasi saat ini tidak diselesaikan secara damai segera," kata pernyataan itu.
Tentara asing telah memasuki negara itu pada hari Kamis (19/1) sebagai bagian dari dorongan internasional yang lebih luas untuk membujuk Jammeh menyerahkan kendali kekuasaan kepada Barrow, yang terpilih pada bulan Desember.
Barrow masih di Senegal setelah dilantik pada hari Kamis dalam upacara di Kedutaan Gambia di Dakar, ibukota Senegal. Tidak jelas kapan dia akan kembali ke Gambia, namun para pembantunya mengatakan ia berencana untuk diantar ke negara itu oleh pasukan keamanan Gambia.
Barrow, agen real estate, sebelumnya adalah anggota partai oposisi tingkat rendah. Sementara Jammeh, yang pernah mengatakan ia akan memerintah selama satu miliar tahun, telah berjanji untuk mengumpulkan pasukannya jika koalisi pasukan internasional melakukan intervensi.
Jammeh awalnya mengakui kekalahannya sebelum ia tiba-tiba mempertanyakan hasil pemilu. Dia menuntut pemungutan suara baru dan mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Dia membujuk Parlemen untuk meloloskan UU yang memperpanjang masa jabatannya selama tiga bulan.
Sementara itu, Mahkamah Agung tidak memiliki cukup hakim untuk mendengar kasus ini karena Jammeh telah memecat kebanyakan dari mereka dan tidak menggantinya. Di sisi lain masyarakat internasional menganggap keputusan parlemen tidak sah.
Jammeh berada di bawah tekanan luar biasa untuk meninggalkan Gambia. Uni Afrika tidak lagi mengakuinya sebagai presiden, dan Dewan Keamanan PBB mendukung Barrow.
Seorang juru bicara untuk Barrow mengatakan bahwa jika Jammeh lengser, Barrow bisa melakukan perjalanan ke perbatasan untuk diantar oleh seluruh pasukan militer Gambia. Yang menambah ketegangan adalah pertanyaan tentang apakah militer tetap setia kepada Jammeh.
Jammeh telah memimpin Gambia sejak kudeta tahun 1994. Pemerintahannya dikritik karena pelanggaran berat hak asasi manusia. Dia memenjarakan lawan politik dan wartawan, beberapa di antaranya meninggal di penjara. Ia juga memenggal kepala gay.
Editor : Eben E. Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...