Kemenag Ajak Pemuda Lintas Agama Diskusi Penanganan Isu Kerukunan
MALANG, SATUHARAPAN.COM – Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama mengundang sejumlah tokoh pemuda lintas agama untuk mendiskusikan persoalan yang mengganggu kerukunan di Indonesia. Mereka berkumpul di Malang dalam Workshop Penanganan Isu Kerukunan dengan tema “Peran Pemuda Lintas Agama dalam Mencegah dan Menangkal Radikalisme di Internet dan Media Sosial”.
Workshop berlangsung dua hari, 23-24 Oktober 2018, dan dibuka Plt Kakanwil Kemenag Jatim. Mereka yang terlibat berasal dari unsur pemuda dan mahasiswa lintas agama se-Malang Raya, seperti GP Anshor, Fatayat NU, Banser, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisiyah, Kokam, Pemuda Katolik, Pemuda Kristen, Pemuda Hindu, Pemuda Buddha, Pemuda Konghucu, dan beberapa mahasiswa lintas agama.
Sejumlah narasumber dihadirkan dalam kegiatan ini, antara lain Kim Hok-jo selaku Counsellor Kedutaan Besar Republik Korea di Jakarta; Prof Dr Irfan Idris MA dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; Feri Meldi PhD selaku Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Wawan Djunaedi selaku Kepala Bidang Harmonisasi Umat Beragama PKUB; Kombespol Ahmad Nur Wakhid dari Densus 88; dan Drs Ismail Chawidu MSi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Selain diskusi dengan narasumber, peserta akan membuat proyek kerja berupa rancangan konten counter narrative terhadap berbagai narasi radikal, baik melalui Facebook, Twitter, Instagram, maupun Line,” kata Kepala Bidang Harmonisasi Umat Beragama PKUB Wawan Djunaedi di Malang, Rabu (24/10).
“Pemuda dan mahasiswa lintas agama ini juga akan mengeluarkan Deklarasi Pemuda Lintas Agama Melawan Radikalisme,” ia menambahkan.
Menurut Wawan, keberadaan internet dan media sosial saat ini telah membuka peluang bagi siapa saja untuk secara bebas memperoleh, membuat, dan menyebarkan pesan secara luas, cepat, dan interaktif. Selain biaya akses yang lebih murah, penggunaan internet dan media sosial juga mudah digunakan oleh siapa saja. Internet dan media sosial memiliki pengaruh sangat kuat bagi masyarakat, baik positif maupun negatif.
“Salah satu efek negatifnya, internet digunakan sebagai sarana menyebarkan ide-ide keagamaan yang tidak toleran. Tidak sedikit kelompok teroris dan radikal yang menggunakan internet dan media sosial untuk tujuan propaganda, rekrutmen, pelatihan, dan kegiatan lainnya,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Wawan, menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kelompok radikal sangat sukses dalam memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Jika sebelumnya grup hanya berpindah offline, sejak 2013 pola interaksinya cenderung bergeser online.
“Jika ini dibiarkan, tidak mustahil Indonesia akan mengalami ‘tsunami sosial’, yang merupakan krisis kemanusiaan seperti yang terjadi di sejumlah negara di Timur Tengah,” tuturnya.
“Untuk alasan ini, upaya untuk melawan penyebaran radikalisme juga harus dilakukan dengan terencana, terstruktur dan lebih terkoordinasi. Salah satunya dengan mengajak pemuda lintas agama untuk aktif dalam counter narrative,” ia menegaskan. (kemenag.go.id)
Editor : Sotyati
Bethlehem Persiapkan Natal, Muram di Bawah Bayang-bayang Per...
BETHLEHEM, SATUHARAPAN.COM-Nativity Store di Manger Square telah menjual ukiran kayu zaitun buatan t...