Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 05:55 WIB | Senin, 09 Januari 2017

Kemenag: Indeks Kerukunan Umat Beragama 2016 Naik

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kabalitbangdiklat Kemenag), Abd Rahman Mas'ud. (Foto: kemenag.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kabalitbangdiklat Kemenag), Abd Rahman Mas'ud mengatakan indeks kerukunan umat beragama (KUB) tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 0,12 poin.

Dia mengemukakan indeks kerukunan umat beragama tahun 2016 sebesar 75,47 persen, yang  menunjukan tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia cukup tinggi.

Hal ini disampaikan Abd. Rahman Mas'ud saat mengisi Pengajian Bulanan Muhammadiyah di Menteng Raya 62 Jakarta yang mengangkat tema 'Merawat Kerukunan Kehidupan Beragama', hari Jumat (6/1).

Menurut Masud, survei ini mengukur tiga indikator utama, yaitu: toleransi, kesetaraan, dan kerjasama. Selain itu, hasil survei juga menemukan hubungan positif antara keterlibatan tokoh agama dan organisasi keagamaan dengan kerukunan umat beragama.

“Kepercayaan umat beragama terhadap tokoh agama memiliki indeks yang tinggi sebesar 68,65 persen. Kepercayaan umat beragama terhadap orang dari suku berbeda 73,71 persen. Sedangkan kepercayaan umat beragama terhadap penganut agama lain sebesar 77,09 persen,” kata Masud.  

Survei ini juga memotret bahwa indeks kerukunan responden yang aktif dalam organisasi sosial maupun keagamaan lebih tinggi dibanding yang tidak terlibat aktif.

Mas'ud menilai, Indonesia patut bersyukur karena memiliki ormas Islam berpaham moderat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, karena menurut dia, negara Islam sekalipun belum tentu mempunyai ormas Islam yang sangat mengakar dan dapat menyemai nilai Islam moderat dan santun.

"NU dan Muhammadiyah telah membuktikan pengamalan Islam yang penuh kedamaian, Islam yang ramah, Islam yang senyum (smiling Islam),” kata dia.

Selain indeks kerukunan, hasil kajian Balitbang Diklat Kemenag menyebutkan penyebab ketidakrukunan umat beragama dipengaruhi oleh faktor non agama dan faktor agama. Faktor non agama di antaranya karena adanya kesenjangan ekonomi, kepentingan politik, dan konflik sosial dan budaya.

Sedangkan faktor agama misalnya terkait polemik izin pendirian rumah ibadat, metode penyiaran agama, perkawinan antaragama yang berbeda. Faktor agama lainnya yang ikut mempengaruhi adalah penodaan agama, kegiatan kelompok sempalan, serta pengamalan agama yang tektualis.

“Masyakat Indonesia beruntung, karena mempunyai faktor yang merukunkan. Salah satunya adalah kearifan local (local wisdom) yang hampir ada di berbagai daerah dan suku di Indonesia,” kata dia. (kemenag.go.id)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home