Kemenag: Jangan Buat Aturan Nikah Seenaknya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Agama RI meminta pemerintah daerah tidak membuat aturan seenaknya soal pernikahan, apalagi dengan alasan untuk meningkatkan kas daerah.
"Pernikahan sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam Kemenag RI Muhammadiyah Amin kepada Antara di Jakarta, Jumat (10/10).
Muhammadiyah Amin angkat bicara terkait ramainya pembicaraan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang ingin berpoligami wajib membayar kontribusi Rp 1 juta ke kas daerah.
Ia mengakui sejak pagi hari hingga Jumat siang terus-menerus mendapat telepon dari berbagai media massa, termasuk dari organisasi kemasyarakatan (ormas) dan perorangan terkait pemberlakuan bagi PNS yang hendak berpoligami wajib membayar Rp 1 juta. "Aturan dari mana? Kementerian Agama sudah mengatur seluruh pernikahan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Jika menikah pada hari libur atau di luar jam kantor kepada yang bersangkuan dibebankan biaya nikah Rp 600 ribu, sedangkan di KUA, termasuk bagi orang yang tidak mampu, dikenai Rp 0 alias gratis," kata Muhammadiyah Amin.
Ia mengaku prihatin dengan aturan dari pemerintah daerah seperti itu.
Mengakui angka pernikahan di Lombok Timur tergolong tinggi, menurutnya bukan berarti lantas membuat aturan tersendiri. Amin berharap aturan tersebut segera dicabut, apa pun alasannya. "Indahkan dan patuhi UU Perkawinan. Perkawinan harus dicatatkan di KUA setempat," dia menegaskan.
Ia pun berharap PNS yang hendak melakukan poligami harus betul-betul mengindahkan UU Perkawinan. Dalam UU Perkawinan, dijelaskan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Begitu pula, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan, harus memenuhi syarat-syarat, antara lain adanya persetujuan dari istri/istri-istri, dan ada kepastian suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. Selain itu, juga adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Pendapatan Asli Daerah
Sebelumnya, dalam laman Kompas diberitakan PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, NTB, yang ingin berpoligami wajib membayar kontribusi sebesar Rp 1 juta ke kas daerah, sepanjang telah memenuhi syarat yang berlaku.
Ketentuan itu diatur di dalam Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 terkait pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Dalam aturan tersebut, PNS yang mengajukan izin melakukan perkawinan kedua (poligami) dikenai biaya kontribusi sebesar Rp 1 juta. Dana itu nantinya akan masuk ke kas daerah.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Lombok Timur Najamudin mengatakan aturan itu merupakan salah satu upaya pemerintah setempat untuk menggali potensi yang ada di daerah guna menambah pendapatan asli daerah (PAD) melalui pendapatan lain-lain yang sah. (Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...