Kemenag Pekanbaru: Imigran Ilegal Meresahkan
PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, meminta Kantor Imigrasi Kelas I memberikan identitas khusus bagi imigran ilegal di wilayahnya, serta mengatur jam bepergian untuk memudahkan dikenali.
"Karena jumlah mereka sekarang sudah banyak, di Pekanbaru lebih 500 orang, kita tidak bisa membedakan lagi dengan masyarakat," kata Kepala Kemenag Kota Pekanbaru, Edwar S Umar, di Pekanbaru, Jumat (2/1).
Menurut dia, identitas khusus itu diperlukan karena rata-rata imigran berasal dari tiga negara, Afghanistan, Pakistan, dan Irak, tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, bahkan Inggris, sehingga sangat rawan konflik. Sementara keberadaan mereka sejak meminta suaka sangat bebas membaur dan melakukan aktivitas.
Apalagi, masih kata dia, keberadaan imigran yang sudah menyentuh semua fasilitas umum seperti mal, pasar tradisional, dan rumah ibadah itu dikhawatirkan dimanfaatkan oleh mereka untuk menyebarkan paham yang mereka anut. Bukan hanya itu, kelebihan fisik yang mereka miliki tidak jarang menjadi modal untuk menggaet wanita tempatan.
"Kami juga mengkhawatirkan paham kawin kontrak yang dibenarkan di aliran mereka itu akan diterapkan di sini," katanya.
Jadi dengan identitas khusus, semua pihak yang memang sudah memiliki tugas memantau keberadaan mereka bisa lebih mudah mengetahui apa dan di mana mereka berada. Selain itu masyarakat juga bisa lebih tahu, dan memberikan batasan dan jarak dalam hubungan sosial.
Selain identitas khusus, pihak Imigrasi juga diminta membuat aturan khusus bagi para imigran dalam hal keluar masuk tempat penampungan. Harus ada kewajiban lapor bagi mereka yang akan bepergian dan kembali dari aktivitasnya.
"Jangan seperti sekarang, mereka dengan budayanya melakukan aktivitas sesukanya di tempat kita tanpa mengenal jam malam, mengkonsumsi minuman keras," papar dia lagi.
Menurut dia, meski keberadaan mereka dijamin lembaga dunia, tetap harus mematuhi budaya dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah daerah melalui imigrasi boleh membuat aturan lokal yang sifatnya untuk menjaga ketertiban bersama, sehingga keberadaan mereka yang hanya mencari suaka dan menumpang jangan justru membuat masalah baru bagi masyarakat Pekanbaru.
Bersama alim ulama, pihaknya mengakui sudah menerima laporan miring tentang para imigran ilegal itu dari masyarakat, baik laporan terkait indikasi upaya penyebaran aliran keyakinan ataupun kebiasaan kawin kontrak, meski belum ada yang tertangkap tangan. Namun, itu semua harus diantisipasi dan disikapi oleh semua unsur masyarakat, baik pemerintah, tokoh agama.
"Jadi setiap Imigran harus memiliki identitas khusus yang digantung di leher saat bepergian keluar dari penampungan agar mudah terlihat," dia menegaskan.
Tidak lupa dia juga mengimbau kepada masyarakat agar peduli dan mau melaporkan jika menemukan ada indikasi bahkan tindakan imigran yang melanggar hukum, dan jangan mudah teriming-iming uang. Demikian juga untuk kaum wanita, dia berpesan untuk tidak mudah terpedaya. "Tidak usah tertarik sama tampilan fisik saja, masih banyak kelebihan para pria Indonesia," tambahnya.
Berdasarkan data Kantor Imigrasi Kelas I Pekanbaru pekan terakhir tahun 2014 ada sekitar 553 imigran yang menyerahkan diri. Untuk penampungan, karena tidak muat di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), mereka ditempatkan di beberapa wisma penampungan yang tempatnya membaur dengan masyarakat. (Ant).
Editor : Sotyati
Festival Film Berlin Tinggalkan Medsos X
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Festival Film Berlin menjadi festival film papan atas Eropa terbaru yang ...