Kemenag Sosialisasikan Program Keberagaman Antarumat
TERNATE, SATUHARAPAN.COM - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) kabupaten/kota di Maluku Utara (Malut) intensif mensosialisasikan program keberagaman antar-umat beragama melalui kunjungan silaturrahmi dalam rangka sosialisasi moderasi dan kerukunan umat beragama
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Mandioli Selatan, Ahmad A Conoras dihubungi dari Ternate, Kamis (12/3, menyatakan, tujuan silaturrahmi ini adalah ingin menyatukan berbagai persepsi tentang membangun keharmonisan beragama di Kecamatan Mandioli Selatan.
Menurut Ahmad, kegiatan silaturrahmi yang dirangkaikan dengan sosialisasi moderasi dan kerukunan umat beragama ini diharapkan agar dapat terciptanya saling pengertian dan pemahaman dengan menyadari bahwa betapa pentingnya rukun, damai dan harmonis dalam kehidupan beragama.
Kecamatan Mandioli Selatan yang jumlah penduduknya lebih dari 7.000 dengan penduduk yang beragama Kristen 1.200 penduduk, sehingga dari aspek sosiologi bahwa kekerabatan masyarakat di Kecamatan Mandioli Selatan ini telah dibingkai kedalam nilai-nilai kearifan lokal.
"Sehingga, moderasi beragama seharusnya dimaknai sebagai cara pandang kita dalam memahami dan menyadari atas berbagai realitas keragaman yang ada ini menjadi perhatian bersama bagi kita semua terutama tokoh agama sebagai stackholder dalam masyarakat ini untuk menjadi realitas kearifan lokal," jelasnya.
Apalagi saat ini telah memasuki momentum tahun politik menjelang pilkada Kabupaten Halmahera Selatan ini diharapkan agar isu agama tidak boleh digiring ke dalam wilayah politik praktis yang akan berujung pada terjadinya pengkotak-kotakan kelompok masyarakat yang mudah di adu domba.
"Secara nasional bisa kita lihat bahwa retaknya hubungan antaragama di Indonesia saat ini paling tidak seringkali dilatarbelakangi oleh dua faktor yang paling dominan yaitu yang pertama populisme agama yang dihadirkan ke ruang publik yang kemudian dibumbui dengan nada kebencian terhadap pemeluk agama, ras dan suku tertentu," terangnya.
Sedangkan faktor yang kedua adalah politik sektarian yang sengaja menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk menjustifikasi atas kebenaran manuver politik tertentu sehingga menggiring masyarakat ke arah konservatisme radikal secara pemikiran, populisme agama itu muncul akibat cara pandang yang sempit terhadap agama.
Sehingga kelompok agama tertentu merasa dirinya yang paling benar dan tidak mau menerima pendapat dari kelompok lain yang berbeda. Dampak buruk yang akan kita rasakan sekarang adalah menunggu aksi-aksi kebencian yang menjalar dari dunia maya ke dunia nyata.
Ahmad A Conoras menambahkan, sebenarnya esensi yang diinginkan oleh moderasi beragama adalah karena sesungguhnya beragama secara moderat sudah menjadi karakteristik umat beragama di Indonesia lebih khusus lagi kita di Kecamatan Mandioli Selatan yang cocok dengan kultur masyarakat yang majemuk. (Ant)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...